20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Pada suatu malam tiba2 Cia Soen bertanya, “Boe Kie berapa lamakah kita harus berdiam<br />

dipulau ini?”<br />

Boe Kie terkejut, “Suka dikatakan,” jawabnya. “Kita hanya mengharap bahwa sebuah perahu<br />

akan lewat dipulau ini.”<br />

“Dalam waktu satu bulan, apakah kau pernah melihat bayang2an perahu?” tanya pula sang<br />

Gie hoe.<br />

“Tak pernah”<br />

“Ya! Mungkin besok sebuah perahu akan lewat disini. Mungkin juga seratus tahun lagi tak<br />

muncul bayang2annya.”<br />

“Pulau ini memang pulau terpencil dan tidak berada dalam garis perhubungan air. Harapan<br />

kita memang tidak besar.”<br />

“Hm… obat pemunah tak akan bisa didapatkan, Boe Kie. Disamping rasa lemas pada kaki<br />

tangan, bahaya apa lagi yg dapat ditimbulkan oleh racun itu?”<br />

“Kalau mengeramnya didalam tubuh hanya sementara waktu, boleh dikata tiada lain bahaya.<br />

Tapi kalau lama, racun itu menyerap diotot dan tulang dan sangat membahayakan anggota<br />

didalam badan.”<br />

“Nah kalau begitu mengapa kau tidak buru2 berusaha untuk menolong Cioe Kouwnio? Kalau<br />

orang tua Cioe Kouwnio adalah anggota agama kita sedang ia sendiri seorang Ciangboen jin<br />

dari Go bie pay. Dimana lagi kau mau cari gadis yg begitu lemah lembut dan mulia hatinya?<br />

Apa kau anggap ia kurang cantik?”<br />

Boe Kie tertegun. “Kalau Cioe Kouwnio tidak cantik, didalam dunia tak ada wanita cantik,”<br />

jawabnya.<br />

Cia Soen tersenyum, “Kalau begitu aku memerintahkan supaya kau berdua segera menikah,”<br />

katanya. “Sesudah menikah, kamu tidak terikat lagi dengan segala peraturan bulukan.”<br />

Cie Jiak yang juga berada disitu buru2 berlalu dengan paras muka kemerah2an. Cia Soen<br />

melompat dan menghalangi didepannya. Ia tertawa dan berkata, “Jangan kau pergi! Hari ini<br />

aku bertekad untuk menjalankan peranan comblang.”<br />

“Cia Looya coe, mengapa kau mengacau belo?” kata si nona dengan sikap kemalu2an.<br />

Kim mo Say ong tertawa terbahak. “Perangkap jodoh antara lelaki dan perempuan adalah<br />

urusan penting dalam penghidupan manusia,” katanya. “Mengapa kau mengatakan aku<br />

mengacau belo? Boe Kie, kedua orang tuamu jg menikah dipulau kecil. Kalau dahulu mereka<br />

tidak menyampingkan segala tata adat istiadat bulukan, didalam dunia mana bisa menjelma<br />

seorang bocah yg seperti kau? Berbeda dari kedua orang tuamu, hari ini, aku yg menjadi ayah<br />

angkatmu, menjalankan peranan sebagai Coaboen (orang yang menikahkan). Apa kau tidak<br />

suka Cioe Kouwnio? Apa kau tak sudi menolong dia?”<br />

Cie Jiak jadi makin jengah. Ia coba lari.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1120

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!