20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Baru saja Boe Kie mau bergerak, si nona cilik sudah menjambret lengannya dan<br />

menyengkeram jalan darah Sam yang hiat, sehingga separoh badannya tidak dapat berkutik<br />

lagi, "Diam!" bentak gadis kecil itu.<br />

Boe Kie kaget, gusar dan heran," Celaka" ia mengeluh. "Ilmu apa yang digunakan perempuan<br />

kecil ini ?"<br />

Sekonyong-konyong terdengar suara yang nyaring dan tajam. "Siauw Hoe, mengapa nyalimu<br />

begitu kecil ? Mau mendekati, dekatilah!"<br />

Siauw Hoe kaget bercampur girang, "Soehoe!" teriaknya, tapi tidak mendapat jawaban. Sesaat<br />

kemudian, disebelah kejauhan muncul seorang nio kouw (pendeta perempuan) yang<br />

mengenakan jubah pertapaan warna abu-abu dan mendatangi dengan tindakan perlahan.<br />

Pendeta itu bukan lain dari pada Ciang boenjin Go bie pay, dan di belakang mengikuti dua<br />

orang murid.<br />

Bahwa dari tempat yang begitu jauh, ia bisa melihat begitu tegas dan bisa mengirim suara<br />

yang begitu nyaring merupakan bukti dari kelihayan pendata tersebut. Biat coat Soethay, yang<br />

namanya dikenal oleh semua jago Rimba Persilatan, bukan saja jarang turun gunung, tapi juga<br />

jarang menemui manusia. Kalau ia masih menolak untuk menemui seorang berilmu seperti<br />

Thio Sam Hong lain tak usah dibicarakan lagi.<br />

Sesudah datang dekat, in ternyata berusia setengah tua, kurang lebih empat puluh lima tahun<br />

sedang paras mukanya dapat dikatakan elok hanya sayang kedua alisnya terlalu turun<br />

kebawah sehingga muka yang cantik itu agak menyerupai muka setan Tiauw sie kwi (setan<br />

penggantungan) diatas panggung wayang.<br />

Siauw Hoe menyambut dengan berlutut seraya berkata. "Soehoe, apa kau baik ?"<br />

"Belum mampus dirongrong olehmu," jawabnya.<br />

Siauw Hoe tidak berani bangun. Mendengar suara tertawa dingin dari Teng Bin Koen yang<br />

berdiri dibelakang gurunya, ia segera mengetahui, bahwa kakak seperguruannya itu sudah<br />

bicara banyak tentang dirinya dihadapan sang guru. Jantungnya memukul keras dan keringat<br />

dingin keluar dari dahinya.<br />

"Nenek itu telah memanggil kau untuk melihat mengapa kau belum mati," kata Biat coat Soe<br />

thay. "Pergilah, dekati dia!"<br />

"Baik.. " kata si murid yang lalu bangun berdiri dan menghampiri si nenek. "Kim Hoa Popo,"<br />

katanya. "Guruku sudah datang. Jangan kau berlaku galak lagi."<br />

Kim hoa Popo batuk-batuk. Ia melirik Biat coat Soethay dan manggut-manggukkan<br />

kepalanya. "Hm! Kau Ciang boenjin Go bie pay," katanya. "Benar, aku sudah memukul<br />

muridmu. Habis, mau apa kau ?"<br />

"Bagus," jawabnya. "Mau pukul, boleh pukul lagi. Biarpun dia mati, tak ada sangkut pautnya<br />

denganku."<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 483

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!