20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Dengan hati tersayat pisau, pemuda itu merangkul ayah angkatnya. Ia meraba-raba tangan<br />

kaki orang itu tapi tidak dapatkan rantai atau lain alat pengikat. Kemudian ia meraba-raba<br />

beberapa"hiat," tapi jalan-jalan darah itupun tak ada yang tertotok. Tanpa menanya lagi ia<br />

memeluk sang ayah erat-erat dan melompat ke atas. Cia Soen tidak mengucapkan sepatah<br />

kata. Sesudah berada diatas, mereka berduduk di atas sebuah batu besar.<br />

"Sekarang mereka baru bertempur dan kesempatan iai, tidak boleh disia-siakan," kata Boe<br />

Kie. "Giehoe, mari kita berangkatl" Seraya berkata begitu, ia menuntun tangan ayah<br />

angkatnya.<br />

Tapi Cie Soen tidak bergerak. Sambil menepuk lutut ia berkata. "Nak, kedosaanku yang<br />

paling besar ialah <strong>membunuh</strong> Kong Kian Taysoe. Apabila Giehoemu jatuh ditangan orang<br />

lain, dia tentu akan melawan mati-matian. Tapi di Siauw lim sie, aku rela binasa untuk<br />

membayar hutang kepada Kong kiansoe."<br />

"Karena kesalahan tangan Giehoe telah mencelakai Kong kian Tay soe," kata Boe Kie dengan<br />

suara bingung. "Tapi itu semua adalah akibat dari tipunya Seng Koen. Sedang ini sakit hati<br />

Giehoe belum terbalas, mana bisa Giehoe mati dalam tangan Seng Koen?"<br />

Cia Soen menghela napas. "Selama sebulan setiap hari kudengar Sam wie Koceng menghafal<br />

kitab suci," katanya, “Saban pagi kudengar suara lonceng dan saban sore suara tambur dari<br />

kuil Siauw lim sie. Mengingat kejadian-kejadian dahulu, aku harus mengakui bahwa kedua<br />

tanganku berlepotan terlalu banyak darah dan sebenar-benarnya, biarpun mati seratus kali,<br />

aku masih belum bisa membayar hutang. Dalam dunia ini, siapa yang berdosa harus<br />

bertanggung jawab akan segala akibatnya. Kedosaanku banyak lebih berat daripada Seng<br />

koen. Anakku, jangan kau perdulikan aku lagi. Pergilah!"<br />

Boe Kie jadi makin bingung. "Giehoe!" teriaknya dengan suara duka. "Jika kau tidak mau<br />

berangkat juga anak akan menggunakan kekerasan." Sesudah berkata begitu, ia mencekal<br />

kedua tangan Cia Soen dan coba menggendongnya.<br />

Sekonyong-konyong terdengar suara ribut-ribut dan beberapa orang berteriak-teriak: "Siapa<br />

berani jual lagak di Siauw lim sie?" Dilain saat belasan orang mendatangi dengan<br />

menggunakan ilmu ringan badan.<br />

Boe Kie memegang kedua paha Cia Soen erat-erat, tapi baru saja ia bertindak, mendadak Tio<br />

hiatnya tertotok dan kedua tangannya lemas sehingga mau tak mau ia melepaskan orang tua<br />

itu. Tak kepalang dukanya Boe Kie hampir-hampir ia menangis, "Gieboe! ... Mengapa...<br />

mengapa... kau begitu?" teriaknya dengan suara parau.<br />

"Nak, hal ihwal sakit hatiku, kau sudah beritahukan kepada ketiga pendeta suci itu,”<br />

jawabnya. "Untuk segala kedosaanku, akulah yang harus menerima segala hukumannya.<br />

Kalau sekarang kau tidak berlalu, siapakah yang akan balas sakit hatiku?” Kata-kata yang<br />

terakhir diucapkan dengan suara keras, sehingga Boe Kie jadi kaget.<br />

Sementara itu, belasan pendeta yang membekal rupa-rupa senjata sudah menerjang delapan<br />

orang yang sedang mengerubuti tiga tetua Siauw lim sie. Si jenggot yang bersenjata Poan<br />

koan pit tahu bahwa jika pertempuran dilangsungkan, pihaknya bakal celaka. Ia merasa sangat<br />

penasaran bahwa kemenangannya yang sudah berada di depan mata dirusak oleh seorang<br />

pemuda yang macamnya sepertinya orang kampung. Maka itu ia lantas saja berteriak,<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1309

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!