20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

pundaknya ditepuk orang. Ia menengok dan ternyata orang itu bukan lain dari pada Pheng<br />

hweeshio. "PhengTay soe" katanya dengan suara girang. "Lekas bujuk Cioe Kouwnio!"<br />

Pheng Eng Giok tertawa. "Bujuk apa?” tanyanya. "<strong>Mar</strong>i kita keluar".<br />

"Tidak bisa! Mereka akan berkelahi! Cioe Kouwnio bukan tandingan Kauwcoe," kata si tolol.<br />

Pheng Eng Giok tertawa terbahak bahak. "Han Heng-tee, apakah kita berdua bisa menandingi<br />

Kauwcoe?" tanyanya. "Aku berani pastikan dengan seorang diri Cioe Kouwnio akan<br />

mendapat kemenangan." Seraya berkata begitu, ia memberi isyarat dengan kedipan mata dan<br />

lalu menarik taagan Han Lim Jie.<br />

Sementara itu, sesudah menggapelok tunangannya, Cie Jiak lalu membanting diri di<br />

pembaringan dan menangis tersedu-sedu. Boe Kie duduk di pinggir ranjang dan sambil<br />

mengusap-usap pundak si nona, ia berkata dengan suara lemah lembut. "Sungguh mati aku<br />

tidak berjanji dengan dia untuk mengadakan pertemuan di situ. Hal itu telah terjadi karena<br />

kebetulan saja."<br />

"Justa! Bohong! Aku tidak percaya!"<br />

Boe Kie menghela napas. "Cie Jiak, apa kau tak ingat riwayat Cioe Kong dan Ong Bong?"<br />

tanyanya. "Dalam dunia ini banyak sekali kejadian-kejadian kebetulan yang bisa<br />

menimbulkan salah mengerti".<br />

Si nona bangun duduk. "Kau sungguh kejam!" teriaknya. "Koencoe Nio nio-mu menghina<br />

aku dengan sajaknya dan kau bahkan menyebut-nyebutnya lagi. Lihat bibirmu! Apa kau tak<br />

malu?" Sehabis berkata begitu, mukanya sendiri berubah merah.<br />

Boe Kie mengerti, bahwa ia takkan dapat membela diri. Jalan satu-satunya ia harus bersabar.<br />

Melihat muka tunangannya yang kemerah-merahan, lehernya yang masih bertanda bekas<br />

ikatan tambang dan matanya yang merah, di dalam hatinya lantas saja timbul rasa kasihan. Ia<br />

ingat, bahwa jika tidak keburu ditolong oleh Han Lim Jie, tunangannya itu pasti sudah binasa.<br />

Mengingat begitu, dengan rasa terharu ia segera memeluk. Cie Jiak coba memberontak, tapi<br />

Boe Kie terus memeluk erat-erat dan mencium dahinya.<br />

Lama ia memeluk dan Cie Jiak pun tidak memberontak lagi. Tiba-tiba ia merasa jengah<br />

sendiri. Perlahan-lahan ia melepaskan pelukannya dan berkata. "Cie Jiak, kau tidurlah. Besok<br />

kita bicara lagi. Kalau aku berani menjustai kau lagi dan diam-diam mengadakan pertemuan<br />

dengan Tio Kouwnio, kau boleh bunuh aku."<br />

Si nona tidak menjawab. Ia terus menangis dengan perlahan. Makin dibujuk, ia menangis<br />

makin keras. Akhirnya Boe Kie bersumpah, bahwa ia tidak akan berkhianat dan bahwa ia<br />

masih tetap mencintai si nona deagan segenap jiwa.<br />

"Aku tak mempersalahkan kau, aku hanya merasa menyesal akan nasibku yang buruk..." kata<br />

Cie Jiak dengan suara hampir tak kedengaran.<br />

"Diwaktu masih kecil, kita bersama-sama bernasib buruk," kata Boe Kie. "Dengan Tat coe<br />

yang berkuasa, seluruh rakyat bernasib buruk. Nanti sesudah Tat coe terusir, kita akan hidup<br />

beruntung."<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1231

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!