20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Kwee Siang girang. "Dua hwe-shio jahat itu telah menghinakan gurumu," katanya. <strong>Mar</strong>i kita<br />

kabur"<br />

"Mereka sebenarnya tidak menghinakan Soe-hoe." kata Koen Po.<br />

"Tidak menghinakan", menegas si nona. "Mereka melibatkan rantai di kaki tangan gurumu<br />

dan melarang gurumu bicara. Apa itu tidak menghina?" Kak-wan tertawa getir. Ia kembali<br />

menggelengkan kepala sambil menuding kebawah sebagai nasehat supaya Kwee Siang buruburu<br />

kabur sendiran.<br />

Tapi Siauw tong-sia Kwee Siang adalah manusia yang memiliki sifat-sifat kesatria. Ia yakin<br />

bahwa di kuil Siauw Lim-sie terdapat ahli-ahli silat yang tak terhitung berapa banyaknya.<br />

Tapi melihat keganjilan, ia tak bisa berpeluk tangan. Melihat Kak wan Koen Po ayal-ayalan ia<br />

jadi bingung karena kuatir keburu di cegat. "Lekas! Kalau mau bicara, boleh bicara dibawah<br />

gunung. katanya sambil menyeret tangan pak gurunya dan murid itu. Tapi baru saja ia<br />

mengeluarkan perkataan itu dari bawah tanjakan sudah muncul tujuh delapan pendeta yang<br />

masing2 bersenjata toya Cee bie koen.<br />

"Perempuan dari mana berani mengganas di Siauw lim sie?" teriak satu antaranya.<br />

"Soeheng jangan kurang ajar," kata Koen Po. "la adalah ..."<br />

"Jangan menyebutkan namaku!", memotong Kwee Siang. Ia mengerti bahwa ia sudah<br />

menerbitkan keonaran yang mungkin tak bisa dibereskan lagi dengan jalan damai.<br />

Sebagai jago betina bertanggung jawab sepenuhnya atas perbuatannya sendiri, ia sungkan<br />

meyeret2 kedua orang tuanya. Maka itu ia lalu menambahkan dengan suara perlahan: "<strong>Mar</strong>i<br />

kita kabur. Tapi kau jangan se kali menyebut nama kedua orang tuaku atau lain-lain sahabat".<br />

Se-konyong2, terdengar suara bentakan dan diatas gunung kembali muncul tujuh delapan<br />

pendeta.<br />

Melihat jalanan didepan dan dibelakang sudah tercegat, Kwee Siang jadi mendongkol.<br />

"Semua gara2mu berdua yang seperti nenek2 sedikitpun tak punya semangat laki2. Bilang<br />

sekarang. Mau pergi atau tidak ?"<br />

Koen Po berpaling kepada gurunya seraya berkata: "Soehoe inilah kebaikan budi dari Kwee<br />

Kouwnio . . . " Sesaat itu, dibawah tanjakan kembali muncul empat pendeta yang berjubah<br />

warna kuning, Mereka tidak bersenjata, tapi selagi mendaki tanjakan, gerakan mereka gesit<br />

dan cepat luar biasa. Diam2 Kwee Siang mengakui, bahwa mereka adalah orang2 yang<br />

berkepandaian tinggi.<br />

Sekarang sinona mengerti, bahwa ia tak kan dapat melarikan diri lagi. Ia segera ber diri tegak<br />

dengan sikap angkuh, siap sedia untuk menghadapi segala kemungkinan.<br />

Begitu datang dekat, pendeta yang berjalan paling depan segera berteriak dengan suara<br />

nyaring: "Atas perintah tetua Lo-han-Tong, kau harus meninggalkan senjatamu. Sesudah itu,<br />

kau harus pergi ke Pendopo Lip swat teng dikaki gunung untuk memberi penjelasan dan<br />

mendengar keputusan kami."<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 9

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!