20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

gelap. Kita harus mengakui bahwa semua golongan ingin sekali memiliki To liong to, tapi<br />

janganlah berebut karena golok mustika itu, banyak orang jadi celaka. Sekarang aku ingin<br />

ajukan sebuah usul. Biarlah pertandingan ini merupakan pertandingan yang dinamakan<br />

dengan ilmu silat mencari persahabatan. Kita tetapkan sebuah peraturan bahwa begitu salah<br />

satu pihak kena disentuh, pertandingan harus segera dihentikan. Dengan demikian biarpun<br />

kalah menang mendapat keputusan tidaklah sampai terjadi permusuhan yang tak diinginkan.<br />

Bagaimana pendapat kalian?”<br />

Sebagaimana diketahui Kong beng teng dikepung oleh enam partai, Boe Kie telah mengobati<br />

luka Cong Wie Hiap yang didapat karena berlatih Cit siang koen. Jago tua itu merasa sangat<br />

berterima kasih dan kedatangan Khong tong-pay kali ini di Siauw lim sie mengandung<br />

maksud membantu Bengkauw dalam usaha menolong Cia Soen.<br />

Soema dan Cian Ciong tertawa nyaring, “Kulihat kau manusia yang takut mati,” katanya.<br />

“Kalau kau ada luka dan tak ada orang mati, adu silat mana enak dilihat?”<br />

Siang Tek Cie, tetua keempat Khong tong-pay yang berangasan segera meluap darahnya,<br />

“Tutup mulutmu,” bentaknya. “Melukai kau si setan arak sama gampangnya seperti orang<br />

membalik tangan.”<br />

“Ah! Aku hanya guyon,” kata si setan arak. “Mengapa Siang sianseng segera marah? Siapa<br />

tidak kenal Cit siang koen dari Khong tong-pay? Bukankah Kong kian Seng ceng juga mati<br />

karena pukulan Cit siang koen. Aku si setan arak mana bisa menyamai Kong kian Seng ceng.”<br />

Semua orang diam-diam tertawa dalam hati. Mereka merasa heran bahwa setan arak yang<br />

berbicara seenaknya saja bisa hidup terus sampai hari ini.<br />

Cong Wie Hiap tidak meladeni dan berkata dengan suara nyaring, “Aku mengusulkan supaya<br />

setiap partai, setiap perkumpulan atau golongan menunjuk dua wakil untuk maju ke<br />

gelanggang pieboe. Siapa yang dapat kemenangan terakhir dialah yang akan mendapat Cia<br />

Tayhiap dan To liong to.”<br />

Usul itu disambut dengan sorak sorai dan tepuk tangan. Semua orang mengatakan bahwa usul<br />

Cong Wie Hiap adalah jalan yang paling baik.<br />

Diam-diam Boe Kie memperhatikan pendeta-pendeta yang berdiri dibelakang Kong tie. Ia<br />

sadar bahwa banyak yang paras mukanya tak senang. Ia yakin sekarang bahwa dugaan Tio<br />

Beng adalah tepat.<br />

Seseorang setengah tua yang putih mukanya dan sebelah tangannya memegang kipas terbalut<br />

emas bangun berdiri dan berkata, “Aku menyetujui usul Cong Jiehiap. Tapi biarpun diadakan<br />

peraturan begitu ada yang tersentuh pertandingan segera dihentikan, kitapun harus ingat<br />

bahwa senjata dan kaki tangan tidak ada matanya. Kalau ada yang salah tangan biarlah<br />

dianggap saja bahwa kejadian itu adalah takdir. Sahabat-sahabat dari orang yang terluka atau<br />

mati tidak boleh berusaha untuk membalas sakit hati. Tapi adanya ketetapan itu, pertandingan<br />

mungkin akan berlarut-larut dan takkan ada habisnya.”<br />

“Bagus! Bagus! Setuju!” demikian sambut para hadirin.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1345

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!