20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Seorang pelayan segera masuk ke dalam untuk memberitahukan Boe Kie. Pemuda itu sedang<br />

bersemedi sambil menunggu tanda api di kelenteng Ban hoat sie. Mendengar kedatangan<br />

seorang tamu, ia merasa heran dan segera pergi ke ruangan tengah. Melihat Tio Beng dan<br />

Hoan Yauw ia kaget, Celaka! ia mengeluh. Mungkin rahasia Hoan Yoe Soe bocor dan Tio<br />

Kauwnio datang untuk berhitungan denganku. Ia menyoja dan berkata, Maaf! Karena tak tahu<br />

Kauwnio datang berkunjung aku sudah tidak keburu menyambut.<br />

Tio Beng balas memberi hormat. Tempat ini bukan tempat bicara, katanya dengan suara<br />

perlahan. <strong>Mar</strong>i kita pergi ke sebuah rumah makan kecil untuk minum tiga cawan arak.<br />

Tio Beng berjalan lebih dulu. Di seberang rumah penginapan lewat lima rumah terdapat<br />

sebuah rumah makan kecil dengan hanya beberapa meja kayu. Karena sudah malam, di rumah<br />

makan itu tidak terdapat tamu lain. Tio Beng segera memilih sebuah meja di ruang tengah dan<br />

duduk berhadapan dengan Boe Kie. Hoan Yauw tertawa dalam hati. Ia menggerak-gerakkan<br />

kedua tangannya memberi isyarat bahwa ia ingin minum arak di ruangan depan dan Tio Beng<br />

segera manggutkan kepalanya.<br />

Sesudah Kouw Tauw-too keluar, si nona lalu memanggil pelayan dan memesan tiga kati<br />

daging kambing serta dua kati arak putih.<br />

Boe Kie merasa sangat heran. Nona itu bagaikan pohon bercabang emas dan berdaun giok.<br />

Mengapa dia mengajaknya makan minum di dalam rumah makan yang kecil dan kotor? Apa<br />

maksudnya?<br />

Sementara itu si nona sudah mengisi dua cawan arak. Sesudah meneguk salah sebuah cawan,<br />

ia berkata sambil tertawa, Nah! Arak ini tidak beracun. Kau boleh minum dengna hati lega!<br />

Seraya berkata begitu, ia menaruh cawan yang isinya sudah dicicipinya di hadapan Boe Kie.<br />

Ada urusan apa nona mengajak aku kemari, tanya Boe Kie.<br />

Minum dulu tiga cawan baru kita bisa bicara, jawabnya. Untuk kehormatanmu, aku minum<br />

lebih dahulu. Ia mengangkat dan mengeringkan isi cawannya. Boe Kie pun segera<br />

mengangkat cawannya. Tiba-tiba hidungnya mengendus bau yang sangat harum. Di bawah<br />

sinar lampu di pinggir cawan, samar-samar ia melihat tapak bibir yang berwarna merah. Dari<br />

bau harum itu, duri Yanciekah? Dari badan si nonakah? Hatinya berdebar-debar tapi ia segera<br />

meneguk cawannya.<br />

Kita minum dua cawan lagi, kata Tio Beng. Kutahu kau selalu curiga. Maka itu isi setiap<br />

cawan akan lebih dahulu dicicipi olehku.<br />

Boe Kie membungkam. Di dalam hati, ia memang merasa jeri terhadap nona Tio yang<br />

mempunyai banyak akal bulus, ia merasa senang bahwa setiap cawan yang disuguhkan<br />

kepadanya diminum lebih dahulu oleh si nona sehingga dengan demikian ia tak usah<br />

menempuh bahaya. Tapi minum arak yang sudah diteguk oleh seorang wanita mengakibatkan<br />

perasaan yang sukar dilukiskan dalam hatinya. Ketika ia mengangkat muka, si nona ternyata<br />

sedang mengawasi dengna bibir tersungging senyum dan pipi berwarna dadu. Buru-buru Boe<br />

Kie melengos.<br />

Thio Kauwcoe, Kata Tio Beng dengan suara perlahan, Apa kau tahu siapa sebenarnya aku?<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 976

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!