20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Memang juga, rasa terima kasihnya Pheng Hweeshio tidak dapat dilukiskan lagi. Bahwa,<br />

dengan menempuh bahaya Siauw Hoe melindungi seorang musuh, sudah merupakan suatu<br />

perbuatan yang sukar dilakukan.<br />

Dan dalam usaha untuk melindungi musuh, ia telah dicaci dengan kata-kata yang menodakan<br />

nama baik seorang wanita, nama baik yang dipandang lebih penting daripada jiwa.<br />

Tapi kalau sekarang Siauw Hoe menurut perintah dan menusuk mata Pheng Hweesbio, Teng<br />

Bin Koen juga tak akan memberi ampun kepadanya. Kakak seperguruan itu mengerti bahwa<br />

kalau sekarang dia tidak membinasakan si adik seperguruan ia seperti juga menanam bibit<br />

penyakit untuk dikemudikan hari.<br />

Teng Bin Koen menyerang Siauw Hoe. Pheng Hweeshio yang melihat itu segera berteriak<br />

"Teng Bin Koen. kau sungguh manusia tak kenai malu! Tak heran jika orang Kang ouw<br />

memberi gelaran Tok chioe Boe yam kepadamu. Sekarang aku menyaksikan dengan mata<br />

sendiri, bahwa hatimu benar jahat seperti ular dan kalajengking. Huh ! Mukamu jelek seperti<br />

muka Boe yam! Jika semua wanita separti kau, semua lelaki dunia tentu buru-buru mencukur<br />

rambut !"<br />

Sebenarnya, biarpun tidak bias disebut cantik, Teng Bin Koen bukan seorang wanita yang<br />

jelek. Pheng Hweeshio sudah sengaja mencaci begitu dan memberi gelaran "Tok chioe Boe<br />

yam" kepadanya untuk menolong Kie Siauw Hoe. Ia tahu bahwa seorang wanita bisa mata<br />

gelap, jika disinggung kejelekan mukanya. Ia mengharap supaya dalam gusarnya, Teng Bin<br />

Koen <strong>membunuh</strong> ia sendiri dan Kie Siauw Hoe bisa mendapat kesempatan untuk melarikan<br />

diri.<br />

Tapi wanita she Teng itu ternyata bukan manusia tolol. Ia berpendapat, bahwa sesudah<br />

membinasakan adik seperguruannya, ia masih mempunyai banyak tempo untuk mengambil<br />

jiwa pendeta itu. Maka itulah, tanpa meladeni cacian orang, ia terus menyerang dengan hebat.<br />

"Dalam dunia Kang ouw, siapakah yang tak tahu kesucian Kie Liehiap," teriak pula Pheng<br />

Hweeshio. "Teng Bin Koen, sekarang aku mau membuka rahasiamu. Kaulah, manusia muka<br />

jelek, yang sebenarnya maui In Lie Heng ! Karena In Liokhiap tidak meladeni, kau<br />

memfitnah Kie Liehiap. Ha ha ha! Tulang pipimu begitu tinggi ! Mulutmu sebesar panci!<br />

Kulitmu kering dan kuning, sedang badanmu kurus jangkung seperti gala jemuran! Ha ha ha !<br />

In Liokhiap yang begitu tampan mana mau mengambil kau sebagai isterinya? Kau sebenarnya<br />

harus lebih sering berkaca ...."<br />

Meskipun pintar, Teng Bin Koen kalap juga. Mendengar sampai disitu, ia tidak dapat<br />

mempertahankan ketenangannya lagi. Ia melompat sambil mengayun pedang yang diturunkan<br />

kemulut Pheng Hweeshio.<br />

Memang benar tulang pipi nona Teng agak tinggi, mulutnya agak besar, kulitnya agak hitam<br />

sedang badannya agak jangkung. Tapi kekurangan-kekurangan itu, yang tidak banyak, tidak<br />

terlihat nyata, jika tidak diperhatikan.<br />

Tapi Pheng Hweeshio yang bermata tajam sudah bisa melihat itu semua dan ia lalu mengejek<br />

secara berlebih-lebihan. Apa yang membuat Teng Bin Koen kalap ialah disebut-sebutnya<br />

nama In Lie Heng, yang belum pernah dikenal olehnya.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 416

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!