20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

“Kurasa anak Boe Kie tak nanti melakukan sesuatu yang merusak nama rumah perguruan<br />

kita.” Kata In Lie Heng.<br />

“Tapi si perempuan siluman Tio Beng terlampau lihai,” kata pula Thio Siong Kee. “Kau<br />

jangan lupa, anak Boe Kie masih muda, seorang muda gampang sekali dipengaruhi dengan<br />

kecantikan. Apakah… apakah… ia bertindak seperti ayahnya yang akhirnya binasa secara<br />

mengenaskan?.... “ Keadaan berubah sunyi. Yang terdengar hanyalah hela napas.<br />

Beberapa saat kemudian terdengar suara beradunya batu api yang membakar cabang-cabang<br />

pohon. Salah seorang pendekar Boe Tong membuat obor yang sinarnya lantas saja menerangi<br />

bagian dalam gua. Biarpun berada di tikungan, sayup-sayup Boe Kie bisa melihat paras muka<br />

Tio Beng yang mengunjuk rasa duka tercampur gusar. Ia tahu, bahwa perkataan Thio Siong<br />

Kee telah membangkitkan rasa jengkelnya si nona. Ia sendri merasa bingung dan berkata di<br />

dalam hati. “Perkataan Thio Sie Siok memang beralasan. Ibu belum pernah melakukan<br />

sesuatu yang tidak pantas. Tapi toh, dia menyeret ayah sampai binasa, Tio Kouw Nio telah<br />

<strong>membunuh</strong> pmy, menghina Thay Soehoe dan para paman, ia tak bisa dibandingkan dengan<br />

ibu.” Memikir begitu, ia makin bingung. Kalau mereka menemukan aku bersama Tio Kouw<br />

Nio di gua ini, biarpun aku mencuci dengan semua air sungai Hoang Ho, tak dapat aku<br />

membersihkan diri.”<br />

Tiba-tiba terdengar suara Song Wan Kiauw yang bergemetar. “Sie-tee, di dalam hatiku<br />

terdapat sebuah pertanyaan yang tak bisa keluar dari mulutku. Kalau aku mengatakan terangterangan<br />

aku merasa tak adil terhadap ngo-tee yang sudah meninggal dunia.”<br />

“apakah Toako kuatir Boe Kie turunkan tangan jahat terhadap Cit Tee?” tanya Thio Siong<br />

Kee dengan suara perlaha.<br />

Song Wan Kiauw tak menyahut. Meskipun tak melihat, Boe Kie merasa bahwa paman itu<br />

telah manggutkan kepala.<br />

“Anak Boe Kie berwatak mulia dan jujur.” Kata Thio Siong Kee. “Menurut pantas, ia takkan<br />

melakukan perbuatan keji itu, tapi Cit Tee sangat berangasan dan ceroboh. Kalau ia mendesak<br />

Boe Kie sampai di jalan buntu ditambah dengan siasat si perempuan siluman Tio Beng<br />

memang…. Memang… Hai!... Hati manusia tak dapat dijajaki. Semenjak dulu orang gagah<br />

sukar melawan paras cantik. Aku hanya berdoa agar dalam menghadapi detik-detik penting,<br />

Boe Kie bisa mempertahankan diri.”<br />

“Toako, Sieko! Kalian jangan omong yang tidak-tidak!” kata In Lie Heng. “Belum tentu Cit<br />

Tee mengalami kebencanaan.”<br />

“Tapi sendiri melihat pedang Cit Tee, aku tak enak tidur,” kata Song Wan Kiauw.<br />

“Memang benar,” menyambung Jie Lian Cioe. “Orang-orang rimba persilatan sekali-sekali<br />

tak boleh lalai terhadap senjatanya. Kita tak boleh menaruh senjata secara sembarangan saja.<br />

Apapula pedang itu hadiah Soehoe. Kata orang pedang ada, orangnya hidup, pedang hilang,<br />

orangnya…. “ mendadak ia berhenti bicara dan perkataan “mati” yang sudah hampir keluar,<br />

ditelan lagi olehnya.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1170

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!