20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

merobohkannya.” Memikir begitu ia segera membentak, “Cia Soen banyak orang gagah<br />

binasa dalam tanganmu. Hari ini, bersama iblis2 Mo Kauw dan coba mengacau tempat suci<br />

ini. Biar bagaimanapun juga aku berkewajiban membersihkan rumah tangga itu sendiri dan<br />

menghukum murid durjana,” dengan tindakan lebar, ia lalu menghampiri Cia Soen.<br />

“Para enghiong, dengarlah perkataanku!” teriak Cia Soen. “Ilmu silat Cia Soen memang<br />

didapat dari Seng Koen. Tapi sebab maksudnya untuk memperkosa istriku tidak ada<br />

kesempatan, Seng Koen sudah <strong>membunuh</strong> ayah, ibu, istri dan anakku. Sekarang aku mau<br />

tanya, apakah pantas atau tidak pantas, jika aku mencari dia untuk membalas sakit hati?”<br />

Pertanyaan itu disambut dengan teriakan bergemuruh, “Pantas! Pantas!”<br />

Diantara teriakan2 itu Seng Koen, mengirim pukulan kekepala Cia Soen, Cia Soen<br />

mengengos dan “plak!” pukulan itu jatuh dipundaknya. “Seng Koen,” katanya dahulu, waktu<br />

kau mengajar pukulan Tiang Hong Keng thian (Bianglala membentang langit), kau<br />

menggunakan Hoen Goan It khie kang untuk melukai musuh. Mengapa kau tidak<br />

mengerahkan lweekang itu. Apakah lantaran kau sudah terlalu tua dan tidak bisa<br />

mengeluarkan te<strong>naga</strong> itu lagi?”<br />

Memang Seng Koen tidak mengeluarkan Hoan Goan It khie kang dan sebabnya begini, dia<br />

tahu Cia Soen memiliki kepandaian tinggi, sehingga pukulan pertama itu lebih banyak<br />

pukulan gertakan untuk menjajal2. Diluar dugaan Cia Soen tidak berkelit. Sebab ia tidak<br />

menggunakan lweekang Cia Soen tidak terluka.<br />

Tanpa mengeluarkan sepatah kata Seng Koen mengirim pukulan kedua. Cia Soen hanya<br />

mengengos, ia masih belum membalas. Begitu lekas tangannya memukul angin, Seng Koen<br />

mengirim tendangan berantai yang mampir tepat dibawah iga.<br />

Tendangan itu disertai te<strong>naga</strong> dalam yang hebat, sehingga tubuh Cia Soen bergoyan2 dan<br />

muntah darah.<br />

“Gie Hoe, balaslah! Mengapa Gie Hoe tidak mau membalas?” teriak Boe Kie.<br />

Cia Soen tertawa getir, “Dia guruku,” jawabnya. “Sebagai murid aku pantas menerima satu<br />

pukulan dan dua tendangan.” Tiba2 ia mengirim pukulan geledek.<br />

Mereka lantas saja bertempur mati2an. Cia Soen tidak bisa melihat, tapi bertempur melawan<br />

Seng Koen, ia tak usah menggunakan matanya. Sebagai murid ia paham semua ilmu silat<br />

gurunya. Sesudah pukulan ini, ia tahu persis pukulan apa yang bakal menyusul. Perbedaan<br />

diantara mereka banyak terletak di te<strong>naga</strong> dalam. Cia Soen lebih muda belasan tahun sehingga<br />

dalam te<strong>naga</strong> ia lebih kuat dan lebih ulet. Diamping itu ia pernah melatih diri di pulau Peng<br />

hwee to yang sangat dingin. Latihan dihawa yang dingin itu banyak manfaatnya. Maka itulah,<br />

sesudah bertanding kira2 seratus jurus, ia belum jatuh dibawah angin.<br />

Sesudah pertempuran mencapai dua ratus jurus lebih, sekonyong2 Cia Soen berteriak keras<br />

dan mengirim tinjunya.<br />

“Cia siong koen!” seru Siang Cie, tetua Khong tong pay.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1388

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!