20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Coei San basah juga. Ia melirik sinona yang juga masih tetap duduk dikepala perahu, dengan<br />

tak menghiraukan serangan hujan. Tiba-tiba ia tersadar.<br />

"Nona, masuklah! Apa kau tak takut basah?" teriaknya.<br />

"Ah!" nona itu mengeluarkan seruan tertahan sambil bangun berdiri. "Eh, apa kau juga tak<br />

takut basah ?"<br />

Sehabis berkata begitu, ia masuk kegubuk perahu dan keluar pula dengan tangan mencekal<br />

payung, yang lalu dilontarkan kearah pemuda itu. Coei San menyambuti dan lalu<br />

membukanya. Diatas payung terdapat lukisan pemandangan alam yang sangat indah: gunung,<br />

air dan beberapa pohon yanglioe, sedang diatas gambar terdapat huruf-huruf seperti berikut:<br />

"Sia hong see ie poet hie kwi."<br />

Payung Hangcioe memang biasa ada lukisannya. Tapi tulisan seperti itu, yang banyak<br />

terdapat pada barang pecah belah keluaran Kangsay, adalah sedikit luar biasa. Dengan rasa<br />

kagum, Coei San membaca huruf-huruf itu, yang walaupun masih kurang berte<strong>naga</strong> sangat<br />

indah ayu dan mengunjuk jelas sebagai buah kalam seorang wanita. Dengan mata mengawasi<br />

tulisan itu, ia berjalan terus sehingga ia tak lihat sebuah solokan kecil yang melintang<br />

ditengah jalan. Tiba-tiba saja kakinya menginjak tempat kosong dan jika ia seorang biasa, ia<br />

pasti terjungkal kedalam solokan itu. Tapi Thio Coei San bukan orang biasa. Sedang kaki<br />

kanannya kejeblos, kaki kirinya sudah menotol pinggir solokan dan badannya meleset<br />

kedepan, sehingga ia hinggap diseberang dengan selamat.<br />

"Bagus!" memuji sinona.<br />

Coei San menengok dan melihat nona itu berdiri di kepala perahu dengun memakai tudung.<br />

Pakaiannya berkibar-kibar ditiup angin dan disambar hujan gerimis, sehingga dipandang dari<br />

kejauhan, ia seolah-olah seorang dewi.<br />

"Apakah tulisan dan lukisan diatas payung itu cukup berharga untuk dilihat oleh Thio<br />

Sianseng?" tanya sinona.<br />

"Huruf-huruf ini ditulis menurut Soe hoat (sari menulis) dari Wie Hoejin," jawabnya.<br />

"Biarpun coretannya agak pendek, artinya panjang. Huruf huruf ini sudah cukup indah".<br />

Mendengar pengertian pemuda itu akan seni menulis dan pujian yang diberikan kepadanya,<br />

sinona jadi girang. "Dalam tujuh huruf itu, huruf 'poet' yang paling jelek." katanya.<br />

Coei San mengawasi pula tulisan itu seraya berkata: "Tulisan cukup wajar, hanya kurang<br />

memperlihatkan arti yang tergenggam dalam huruf itu. Berbeda dengan enam huruf lainnya<br />

yang sangat indah dan tidak membosankan."<br />

"Benar," kata sinona "Sudah lama aku merasa bahwa dalam huruf itu terdapat kekurangan itu.<br />

Sesudah Sianseng menjelaskan, barulah aku mendusin."<br />

Perahu terus laju kealiran sebelah bawah, sedang Thio Coei San terus mengikuti sambil<br />

omong omong tentang seni menulis. Tanpa merasa mereka sudah melalui belasan li dan siang<br />

sudah terganti dengan malam. Tiba-tiba sinona berkata: "Benar juga dikatakan orang, bahwa<br />

bicara semalaman dengan seorang pandai, banyak lebih berfaedah daripada membaca buku<br />

sepuluh tahun. Terima kasih banyak untuk keteranganmu, dan di sini saja kita berpisahan,"<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 134

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!