20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

tiba mereka mendengar teriakan teriakan menyayat hati. Mereka menengok dan melihat<br />

puluhan rakyat sedang dibunuh oleh tentara Mongol.<br />

Sepanjang sejarah, selama penjajahan kerajaan Goan (Mongol), rakyat banyak memberontak.<br />

Belakangan, seorang pembesar tinggi Mongol telah mengeluarkan perintah untuk <strong>membunuh</strong><br />

orang orang Han, yang she Thio, Ong, Lauw, Lie dan Tio. Semuanya lima she. Pada jaman<br />

itu, orang she Thio, Ong, Lauw dan Lie yang paling banyak terdapat di Tionggoan, sedang<br />

she Tio adalah she dari kaizar-kaizar Song. Maka itu, menurut jalan pikiran si pembesar<br />

Mongol, bangsa Han akan runtuh semangatnya jika orang-orang dari kelima she itu dibunuh.<br />

Untung juga, perintah yang sangat kejam itu cepat diketahui oleh kaizar Mongol yang segera<br />

mengeluarkan larangannya. Tapi sementara itu, banyak juga orang Han yang dibunuh mati.<br />

Gie Coen tidak berani berdiam lama lama lagi dan lalu berjalan secepat cepatnya. Sesudah<br />

melalui beberapa mereka bertemu dengan seorang penjual kayu bakar dan mereka lalu<br />

menanyakan dimana letaknya Ouw tiap kok. Orang itu meng gelengkan kepala. Tapi Gie<br />

Coen segera mengetahui, bahwa Soepehnya mesti berdiam disekitar tempat itu.<br />

Dengan sabar ia lantas saja mencari-cari. Di sepanjang jalan mereka melihat ratusan macam<br />

bunga yang menghiasi daerah pegunungan itu. Tapi sesudah menyaksikan peristiwa yang<br />

menyedihkan itu, mereka tak punya kegembiraan Iagi untuk menikmati pemandangan alam<br />

yang sangat indah.<br />

Sesudah membelok dibeberapa tikungan, disebelah depan menghadang sebuah tembok<br />

gunung dan jalanan putus disitu. Selagi mereka kebingungan, mendadak muncul beberapa<br />

ekor kupu-kupu yang terbang masuk kesebuah gerombolan pohon-pohon kembang.<br />

"Tempat ini dinamakan Ouw tiap kok, atau Selat Kupu-kupu," kata Boe Kie. "Apa tidak baik<br />

kita mengikuti kupu-kupu itu?"<br />

"Baiklah," kata Gie Coen yang lalu turut masuk kegerombolan pohon itu.<br />

Sesudah melewati gerombolan pohon bunga, mereka bertemu dengan sebuah jalanan kecil<br />

yang tertutup rumput hijau. Setelah berjalan beberapa jauh, jumlah kupu kupu yang<br />

beterbangan disekitar situ jadi makin banyak. Hidung mereka mengendus harumnya bungabunga.<br />

Kembang-kembang yang tumbuh disekitar situ sangat berbeda dengan apa yang<br />

terlihat ditempat lain. Makin jauh mereka maju kupu-kupu makin tidak takut manusia.<br />

Mereka terbang mendekati seolah olah menyambut kedatangan tamu-tamu dan hinggap<br />

dikepala, dipundak, dilengan Gie Coen dan Boe Kie.<br />

Gie Coen dan Boe Kie jadi bersemangat, karena mereka tahu, bahwa mereka sudah berada<br />

dalam selat Ouw tiap kok.<br />

Lewat tengah hari, mereka melihat tujuh-delapan rumah gubuk dipinggir sebuah solokan yang<br />

airnya`jernih. Didepan, dibelakang dan dikiri kanan setiap gubuk ada dikurung dengan kebun<br />

kembang yang terawat baik.<br />

Gie Coen berlari-lari kedepan gubuk-gubuk itu dan berkata dengan suara menghormat:<br />

"Teecoe Siang Gie Coen ingin berjumpa dengan Ouw Soepeh."<br />

Selang beberapa saat, dari sebuah gubuk keluar seorang kacung yang berkata: "Masuklah."<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 420

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!