20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

"Pertama yaitu halnya Thio Ngo hiap sudah membinasakan tujuh puluh dua jiwa keluanga<br />

Liong boen Piauwkiok serta enam jiwa murid Siauw lim sie. Bagaimana harus diputuskan<br />

mengenai tujuh puluh delapan jiwa itu? Yang kedua yaitu mengenai Soeheng kami, Kong<br />

kian Taysoe. Ialah seorang yang pemurah dan bijaksana, seumurnya belum pernah ia ribut<br />

dengan siapapun juga tetapi ia telah dicelakai Kim mo Say ong Cia Soen hingga ia mati<br />

secara sangat menyedihkan. Kami mendengar Thio Ngo-hiap mengetahui dimana beradanya<br />

Cia Soen itu, maka kami mohon sukalah Ngo hiap memberikan petunjuknya. Pasti kami dari<br />

Siauw lim sie akan mengingat budi itu."<br />

Mendengar itu, Thio Coei San lantas berbangkit tanpa menanti gurunya bicara. Ia berkata<br />

tegas: "Kong-boen Taysoe, tujuh puluh delapan jiwa keluanga Liong boen Piauwkiok dan<br />

pendeta Siauw lim sie yang dimaksudkan itu bukannya dibunuh olehku. Seumur hidupku,<br />

Coei San telah menerima budi dan ajaran guruku yang berbudi luhur. Walau pun aku bodoh,<br />

tidak berani aku mendusta. Hanya halnya siapa siapa yang telah menyebabkan lenyapnya<br />

tujuh puluh delapan jiwa itu, dapat aku terangkan bahwa aku mengetahui orangnya. Cumalah<br />

tidak ingin aku memberitahukannya. Inilah jawabanku untuk urusan yang pertama itu.<br />

Mengenai urusan yang kedua, kematiannya Kong kian Taysoe, siapapun di kolong langit ini<br />

tidak ada yang tidak merasa berduka akan tetapi Cia Soen itu yalah sahabat dan saudara<br />

angkatku, maka hal dimana beradanya dia sekarang, meski aku ketahui, tak dapat aku<br />

menerangkan. Kita kaum Rimba Persilatan, kita paling mengutamakan kehormatan. Dari itu<br />

aku Thio Coei San, leherku boleh kutung dan darahku boleh muncrat, tetapi alamatnya kakat<br />

angkatku itu tidak bisa aku menerangkannya. Urusanku ini tidak ada sangkut pautnya dengan<br />

guruku yang berbudi luhur, juga tidak ada hubungannya sama sekalian saudaraku<br />

sepenguruan. Jadi semua itu aku yang bertanggung jawab sendiri. Terserah kepada Taysoe<br />

bila hendak membinasakan aku, silahkan turun tangan! Aku si orang she Thio, seumurku aku<br />

belum pernah aku melakukan sesuatu yang dapat membikin malu guruku, juga belum pernah<br />

aku lancang <strong>membunuh</strong> seorang baik-baik. Jikalau tuan-tuan hendak memaksa aku melakukan<br />

perbuatan tidak terhormat, bagianku yalah mati, lain tidak!"<br />

Coei San bicara dengan bersemangat sekali hingga Kong boen memuji: "Omie toohoed!" dan<br />

berpikir: "Mendengar suaranya, ia tidak mendusta. Bagaimana sekarang"<br />

Justeru ruang sunyi, dari luar jendela terdengar suara bocah memanggil. "Ayah!"<br />

Coei Sin terkejut. Ia mengenali suara anaknya.<br />

"Boe Kie, kau pulang!" serunya. Dan ia berlompat untuk lari keluar.<br />

Dua orang masing-masing dari Boe san pay dan Sin koen boen yang berdiri dimuka pintu,<br />

menduga orang hendak melarikan diri. Sambil membentak "Kau hendak lari ke mana?"<br />

mereka mengulur tangannya, mencekuk.<br />

Coei San keras memikirkan anaknya. Ia mementang kedua tangannya, maka dua perintang itu<br />

lantas terpental ke samping kiri dan kanan dan roboh tenguling. Ketika ia telah melompat<br />

keluar jendela, di situ ia tidak melihat suatu apa.<br />

"Boe Kie!! Boe Kie!" ia terus memanggil berulang ulang kali.<br />

Tidak ada penyahutan.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 345

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!