20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Sinar mata Boe Kie menyapu wajah nona itu. Jadinya kau mempelajari ilmu. Katanya<br />

perlahan.<br />

Benar! si nona menyahut cepat. Karena belajar ilmu ini, romanku jadi jelek begini, hingga<br />

laki laki tak berbudi itu tidak memperdulikan lagi padaku. Jikalau nanti pelajaranku selesai,<br />

akan kucari padanya. Bila disisinya tidak ada lain wanita, ya sudah saja.<br />

Kau toh belum menikah dengannya? tanya Boe Kie. Bukankah diantara kamupun tidak ada<br />

janji ikatan jodoh? Hanya.hanya.<br />

Omonglah terus terang! kata si nona. Takut apa? Bukankah kau hendak membilang bahwa<br />

aku menyintai dia sepihak saja, ialah hanya pihakku sendiri? Apa salahnya? Aku telah<br />

menyintai dia, maka aku larang dia mempunyai lain pacar! Dia tak berbudi, biarlah dia nanti<br />

merasai telunjukku ini, telunjuk Cian Coe Ciat-hoe cioe!<br />

Boe Kie tersenyum. Ia tidak mau mengadu omong pula. Di dalam hatinya, ia merasa, bahwa<br />

Coe Jie bertabiat luar biasa sekali. Baik, ia sangat baik, tapi selagi gusar ia sangat galak dan<br />

tidak mengenal aturan lagi. Ia menjadi ingat pula kata2 guru besarnya, paman gurunya yang<br />

kesatu dan kedua, bahwa di dalam Rimba Persilatan ada perbedaan antara yang sesat dan yang<br />

lurus, maka ia percaya Cian Coe Ciat hoe cioe ini ialah pelajaran sesat, bahwa ibunya Coe Jie<br />

mungkin seorang sebangsa siluman. Karena ini, tanpa berasa, ia menjadi rada jeri terhadap si<br />

nona.<br />

Coe Jie tak mendapat tahu apa yang orang pikir, ia berlari lari keluar dan kedalam, mondar<br />

mandir, memetik berbagai macam bunga, maka dilain saat gubuk mereka telah terpajang<br />

rapih, menarik hati untuk dipandang.<br />

Coe Jie kata Boe Kie, Setelah sakit kakiku sembuh, aku nanti pergi mencari daun obat obatan<br />

untuk mengobati bengkak mukamu yang beracun itu..<br />

Mendengar itu, si nona nampaknya ketakutan.<br />

Tidak, tidak! katanya Aku telah menyiksa diri sekian lama, baru kuperoleh kepandaian seperti<br />

ini! apakah kau hendak memusnahkan kepandaianku?<br />

Bukan! katanya cepat. Mungkin kita dapat memikir semacam obat. Memakai mana<br />

kepandaianmu boleh tak usah lenyap, asal keracunan di muka saja yang hilang tak berbekas.<br />

Tidak dapat! si nona berkata pula. Bila ada semacam obat atau cara, mustahil ibuku tak<br />

mendapat tahu? Kepandaian ini adalah kepandaian turunan. Kupikir, yang bisa berbuat itu<br />

mungkin Cuma Tiap kok Ie sian Ouw Ceng Goe yang lihay ilmu pengobatannya, hanya<br />

sayang banyak tahun dia telah meninggal dunia.<br />

Kau kenal Ouw Ceng Goe? tanya Boe Kie.<br />

Coe Jie mementang matanya, ia kelihatannya heran.<br />

Apa? katanya. Adakah aneh untuk mengetahui dia? Nama Tiap Kok Ie Sian toh memenuhi<br />

seluruh negara! Siapakah yang tidak tahu? ia menghela nafas, dan ia berkata pula. Taruh kata<br />

dia masih hidup, apakah gunanya itu? Dialah yang dijuluki Melihat kematian tak menolong<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 633

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!