20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Boe Kie menengadah. Ia lihat matahari sompelak separoh. Itulah gerhana matahari. Keadaan<br />

berubah kalut sebagian orang mendongak keatas, sebagian terus menonton pertempuran dan<br />

sebagian pula berlutut kearah matahari sambil manggut2 kepala.<br />

“Bangsat! Seng Koen!” caci Tio Beng. “Kau terlalu jahat, sehingga Lou hian ya (langit)<br />

esndiri tidak bisa mengampuni kau lagi. Lihatlah! Langit mengunjuk keangkerannya untuk<br />

menumpas kau. Hari ini kau harus mampus, rohmu akan dilemparkan kegunung golok dan<br />

digodok dalam kuali minyak mendidih dan sepanjang masa kau tidak akan bisa dilahirkan lagi<br />

didalam dunia!”<br />

Melihat perubahan dilangint itu dan makin lama cuaca makin gelap Seng Koen yang memang<br />

sudah goncang hatinya jadi ketakutan. Ia menyerang mati2an dengan maksud mencari<br />

lowongan untuk kabur kebawah gunung. Tapi Cia Soen yang bertekad untuk membalas sakit<br />

hatinya, tidak memperdulikan apapun juga dan terus mendesak sehebat2nya, sehingga ia tak<br />

mendapat kesempatan untuk meloloskan diri.<br />

Sekonyong2 terdengar berkokoknya ayam jago dibukit dan beberapa saat kemudian, seluruh<br />

permukaan matahari sudah ditutup oleh bayangan rembulan. Keadaan berubah jadi gelap<br />

gulita. Ditempat jauh terdengar geram pekik dan jeritan macam2 binatang buas, di campur<br />

dengan menyalaknya kawanan anjing. Keadaan benar2 menyeramkan. Orang2 yang berada<br />

disitu adalah jago2 rimba persilatan, tapi tak urung bulu roma mereka bangun semua. Gerhana<br />

matahari sekali ini memang luar biasa, langit gelap gulita seperti malam.<br />

Dengan adanya perubahan alam ini Seng Koen yang matanya terang jadi gelap seperti buta.<br />

Dengan hati keder ia menggunakan siasat mundur, tapi Cia Soen tidka memberi hati<br />

kepadanya. Beberapa saat kemudian ia berteriak “Aduh!”, sebab dadanya kena pukulan Cit<br />

siang koen yang hebat. Tapi memang dia bukan manusia bodoh. Sesudah kena pukulan hebat,<br />

ia mundur dengan mengubah cara berkelahi. Ia sekarang mengugnakan Siauw kin hanchioe<br />

yaitu ilmu mencengkram, memiting, membanting dan sebagainya dalam perkelahian rapat.<br />

Dengan ilmu itu ia tak perlu menggunakan mata.<br />

Sambil menggeram Cia Soen pun melawan ilmu yang serupa. Dalam kegelapan para hadirin<br />

hanya mendengar suara bentrokan2 tanyan nyaring dahsyat.<br />

Boe Kie mendengari dengan hati berdebar2. ia tidak bisa membantu dan juga tidak bisa<br />

melihat jalan perkelahian.<br />

Dengan mendengar teriakan “Thian kauw makan matahari” Cia Soen tahu apa yang sudah<br />

terjadi. Ia sendiri sudah buta selama dua puluh tahun lebih. Ia sudah biasa dengan kebutaan itu<br />

dan kupingnya sedikit banyak sudah bisa menggantikan peranan mata. Dilain pihak, Seng<br />

Koen tidak pernah bertempur dengna kegelapan total, dalam keadaan diaman kedua matanya<br />

tidak bisa digunakan. Cia Soen tahu bahwa selama kegelapan total ia memang diatas angin.<br />

Ia tidak boleh membuang wkatu dan ia segera menyerang denga sehebatnya, dengan seantero<br />

kepandaian dan te<strong>naga</strong>nya. Waktu Seng Koen menyerang dengan Siauw na-chioe iapun<br />

segera menggunakan ilmu tersebut.<br />

Sesudah beberapa gebrakan, mendadak, mendadak Cia Soen mementangkan kedua tangannya<br />

dan mencoba mengacip iga musuhnya. Seng Koen girang “Kena!” ia berteriak sambil<br />

menusuk kedua mata Cia Soen denga dua jari tangannya.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1391

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!