20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Sehabis berkata begitu, ia menekuk kedua lututnya. Mendadak lengan Goan tin muncul lagi di<br />

lubang itu dan mengibasnya. Hampir berbareng, tubuh Boe Kie terpentaI dan jatuh diluar<br />

pintu. Orang itu ternyata sungkan menerima kehormatan si bocah.<br />

"Pergi kau beritahukan Hong thio, bahwa pelajaran Kioe yang Sin kang telah diturunkan<br />

semua kepada Siauw siecoe, juga bahwa Siauwsiecoe mempunyai peringatan yang sangat<br />

kuat dan semua pelajaran itu sudah diingat olehnya."<br />

"Baiklah," kata si pendeta kecil yang sudah tersadar dan dengan muka pucat lalu berjalan<br />

keluar dari kamar itu.<br />

Boe Kie mengikuti dan mereka berdua lantas saja meninggalkan kuil. Diberbagai ruangan<br />

mereka bertemu dengan banyak pendeta yang semua berjalan dengan menundukkan kepala<br />

dan tanpa mengeluarkan sepatah kata. Didalam kuil terdapat ribuan orang, tapi suasana tetap<br />

tenang dan sunyi. Boe Kie merasa kagum dan berkata dalam hatinya: "Memang pantas sekali<br />

jika Siauw lim sie dikenal sebagai pemimpin dari Rimba Persilatan." Jika dibandingkan<br />

dengan keadaan di kuil Siauw lim sie, Giok hie koan seolah-olah sebuah pasar, dimana semua<br />

orang bergerak dan berbicara secara bebas dan merdeka. Hal ini sudah terjadi karena,<br />

pertama, agama Tookauw memang menganjurkan hidup bebas, dan kedua, sebab Thio Sam<br />

Hong sendiri seorang yang beradat sederhana dan sembarangan.<br />

Setibanya mereka di Lip soat teng, Thio Sam Hong sudah menulis tigapuluh lembar lebih tapi<br />

masih menulis terus.<br />

Melihat kerelaan dan pengorbanan guru besar itu Boe Kie merasa terharu, dan dengan air<br />

mata berlinang linang, ia berseru: "Thay soehoe!"<br />

Ia berdiam sejenak dan kemudian berkata: "Kioe yang kang Cap jie sit sudah seluruhnya<br />

diturunkan kepada anak oleh Siansoe,"<br />

Sang kakek guru girang. "Bagus," katanya sambil tertawa.<br />

Sesudah menulis lagi beberapa lama, Thio Sam Hong sudah menyelesaikan apa yang mau<br />

ditulisnya. Pendeta yang melayani segera balik kekuil untuk memberi laporan dan tidak lama<br />

kemudian, Kong boen, Kong tie dan Kong seng datang di Lip soat teng, diikuti oleh seorang<br />

pemuda yang berusia kira-kira duapuluh lima tahun. Pemuda itu mengenakan thungsha (jubah<br />

panjang) dan ia ternyata seorang murid Siauw lim sie yang tidak menyukur rambut.<br />

Thio Sam Hong merasa heran. Ia tahu bahwa menurut peraturan Siauw Lim sie, sebelum lulus<br />

seorang murid bukan pendeta tidak boleh keluar dari pintu kuil. Bagi seorang biasa masuk di<br />

Siauw lim sie bukan gampang, tapi keluar dari kuil itu lebih sukar lagi. Apa maksudnya Kong<br />

boen mengajak seorang murid bukan pendeta? Tanpa merasa, ia mengawasi pemuda itu yang<br />

jangkung kurus, panjang lengannya dan pendek kakinya, sedang kedua matanya bersinar<br />

terang, sehingga tidak dapat ditebak, bahwa ia memiliki kecerdasan otak yang luar biasa.<br />

"Kami telah membuat Thio Cinjin banyak capai," kata Kong boen sambil merangkap kedua<br />

tangannya.<br />

Sam Hong bersenyum. "Terima kasih atas belas kasihan Hong thio Soe heng, sehingga jiwa<br />

anak ini bisa ditolong," jawabnya sambil membungkuk. Sehabis berkata begitu, ia<br />

menyodorkan tiga puluh lembar tulisan itu dan lalu berkata pula: "Thay kek boen dan Sip sam<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 386

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!