20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Beberapa hari sudah lewat tanpa terjadi sesuatu yang luar biasa. Hari itu, selagi Boe Kie<br />

membuat sebuah dapur tanah, tiba-tiba ia mendengar pekik seekor kera yang menggenaskan<br />

hati. Cepat-cepat ia memburu kearah suara itu. Ternyata seekor kera kecil sedang melompatlompat<br />

sambil memekik-mekik dengan tiga ekor kodok merah mengigit punggungnya, sedang<br />

dua ekor yang lain sudah melompat keluar dari dalam air. Si kera bergulingan di tanah dan<br />

membanting-banting dirinya, tapi kodok-kodok itu terus menggigit erat-erat dan menghisap<br />

darah yang menjadi makanannya. Boe Kie melompat dan mencekal lengan kiri kera itu yang<br />

lalu dibawa ke tempat lain yang jauh dari kolam dingin itu. Sesudah berada ditempat yang<br />

lebih aman, batulah ia membinasakan ketiga kodok itu. Jiwa kera itu tertolong,tapi tulang<br />

lengan kanannya patah.<br />

Aku sangat kesepian, ada baiknya jika bisa mendapat kawan seekor kera, katanya didalam<br />

hati. Memikir begitu, ia segera mengambil dua potong ranting pohon dan sesudah<br />

menyambung tulang yang patah, ia segera menjepitnya dengan kedua ranting itu. Kemudian<br />

ia memetik beberapa macam daun obat yang lalu ditumbuk dan ditorehkan pada tulang yang<br />

patah itu. Biarpun ia tidak mendapat daun-daun obat yang mujarab, tapi berkat kepandaiannya<br />

dalam ilmu menyambung tulang, maka dalam tempo kira-kira seminggu, tulang itu sudah<br />

menyambung pula.<br />

Kera kecil itu mengenal budi. Pada keesokan harinya, ia membawa banyak bebuahan dan<br />

memberikannya pada Boe Kie. Belum cukup sepuluh hari, lengan yang patah itu sudah<br />

sembuh seanteronya.<br />

Kejadian itu telah mengubah cara hidup Boe Kie. Sesudah disembuhkan, si kera rupanya<br />

memberitahukan kepada kawan kawannya dan tak lama kemudian, Boe Kie sudah menjadi<br />

tabib dari kawanan binatang di lembah tersebut. macam binatang datang minta<br />

pertolongannya tapi yang paling banyak adalah sebangsa kera.<br />

Si bocah melakukan tugas baru itu dengan segala senang hati. Sesudah mendapat pengalaman<br />

pahit getir, ia mendapat kenyataan bahwa diantara binatang ada yang lebih mengenal budi<br />

daripada manusia.<br />

Satu bulan telah berlalu. Setiap hari ia makan daging kodok dan ia merasa sangat girang<br />

bahwa serangan-serangan racun dingin yang datang pada waktu-waktu tertentu, makin lama<br />

jadi semakin enteng.<br />

Pada suatu pagi, ia tersadar karena mukanya diraba oleh tangan berbulu. Dengan kaget ia<br />

melompat bangun. Ternyata, tangan itu tangan seekor kera putih besar yang mendukung<br />

seekor kera kecil dan tengah berlutut disampingnya. Kera kecil itu adalah kera yang tulangnya<br />

pernah disambung olehnya. Kera kecil berbunyi cit-cit cat-cat sambil menunjuk-nunjuk perut<br />

kera putih itu yang mengeluarkan bau tak sedap.<br />

Ia mengawasi dan ternyata, bahwa di perut kera itu terdapat borok yang bernanah. Ia tertawa<br />

dan manggut2kan kepala. Baik, baik! katanya. Aku akan menolong.<br />

Si kera putih mengangsurkan tangan kirinya yang mencekal buah tho dan dengan hormat<br />

memberikannya kepada Boe Kie. Buah itu besar luar biasa. Kira-kira sebesar tinju.<br />

Boe Kie merasa kagum, karena belum pernah ia melihat buah tho sebesar itu. Ibu pernah<br />

bercerita bahwa di gunung Koen Loen terdapat dewa See Ong Bo yang sering mengadakan<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 586

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!