20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Semua bukan manusia baik2, aku memang ingin kamu mampus semua, kata nyonya galak itu.<br />

Ia menggoyang-goyang poci arak yang ternyata masih banyak isinya.<br />

Ia segera menuang secawan penuh dan menaruh didepan si tua. Sebenarnya aku ingin<br />

mamouskan kamu berlima, katanya. tapi setan kecil itu keburu mengendus rahasia. Sekarang<br />

aku bersedia mengampuni emapt orang. Tapi arak itu harus diminum oleh salah seorang. Aku<br />

tak peduli siapa yang mau meminumnya. Terserah pada kau setan tua! seraya berkata itu, ia<br />

menghunus pedang.<br />

Pan Siok Ham adalah seorang murid terlihay dari Koen Loen Pay. Ia berusia lebih tua<br />

daripada Ho Thay Ciong dan lebih dulu belajar di Koen Loen San. Diwaktu muda, Ho Thay<br />

Ciong berparas tampan dan sangat dicintai oleh soecienya. Karena kebentrok dengan seorang<br />

cianpwee dari Beng Kauw, guru mereka mati mendadak, sebelum keburu memberi pesanan<br />

kepada murid2nya. Oleh karena begitu murid itu segera berebut kedudukan Ciang boejin.<br />

Masing2 sungkan mengalah. Pan Siok Ham tampil kemuka dan membela Ho Thay Ciong,<br />

sehingga pada akhirnya, si tua berhasil merebut tampuk pimpinan. Sebab merasa berhutang<br />

budi, ia segera menikah dengan soecienya itu. Diwaktu muda segala apa masih berjalan licin.<br />

Tapi sesudah sang istri berusia lanjut, dengan menggunakan alasan tidak mempunyai<br />

keturunan, ia mengambil gundik. Satu demi satu. Tapi makin banyak gundiknya, makin takut<br />

terhadap istrinya yang galak itu.<br />

Melihat arak racun itu, sedikitpun ia tak dapat ingatan untuk membantah. Aku sendiri tentu<br />

tidak boleh meminumnya. Katanya didalam hati. Ngo kouw dan Coen jie juga tak boleh. Boe<br />

Kie tidak boleh. Boe Kie seorang tuan penolong. Hanya perempuan kecil saja yang tiada<br />

sangkut pautnya denganku, Memikir begitu, ia segera bangkit dan menaruh cawan arak<br />

didepan Yo Poet Hoei. Anak kau minumlah, katanya.<br />

Si nona cilik ketakutan. Ia sudah menyaksikan dengan mata sendiri kebinasaannya seekor<br />

anjing. Ia menangis dan berkata. Tak mau! Arak itu ada racunnya.<br />

Si tua segera mencengkram dada Poet Hoei tapi sebelum ia bisa menuang arak itu kedalam<br />

mulut si nona, Boe Kie sudah berkata dengan suara dingin. Biar aku yang minum.<br />

Si tua bersangsi, biarpun tak tahu malu ia merasa tak tega.<br />

Pan Siok Ham yang sangat membenci Boe Kie lantas saja berkata. Seta cilik itu sangat licik,<br />

mungkin sekali ia sudah menyediakan obat pemunah. Kalau ia yang minum, secawan tak<br />

cukup. Dia harus minum kering sisa arak yang ada dalam poci.<br />

Si bocah mengawasi Ho Thay Ciong dengan harapan ia akan coba membujuk istrinya. Tapi<br />

dia menutup mulut. Ciam Coen dan Ngo kouw tidak berani mengeluarkan sepatah kata.<br />

Mereka khawatir, kalau banyak bicara, harimau betina itu akan menjadi gusar dan menumplak<br />

hawa amarah diatas kepala mereka.<br />

Hati Boe Kie dingin bagaikan es. Jiwa beberapa orang itu ditolong olehku. Pikirnya. Tapi<br />

waktu jiwaku sendiri terancam, mereka berpeluk tangan. Jangankan menolong, bicara saja<br />

mereka tak berani. Memikir begitu ia menghela nafas. Ciam Kouw nio, katanya. Sesudah aku<br />

mati aku minta pertolonganmu untuk mengantar adik kecil ini kepada ayahnya di puncak Co<br />

Bo Hong. Apakah kau sudi melakukan itu?.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 523

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!