20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Empat ratus orang itu ternyata sudah menunggu di dalam tanah dengan membuat terowongan<br />

sedang lubang itupun dibuat terlebih dulu dan lapisan tanah di atas dipertahankan dengan<br />

papan-papan. Begitu mendengar isyarat, orang yang menunggu di bawah menarik papanpapan<br />

itu dan lapisan tanah di atas lantas saja ambruk ke bawah, berikut bangkai-bangkai<br />

anjing dan lain-lain kekotoran. Seratus orang yang membawa karung lantas saja menuang isi<br />

karung ke dalam lubang. Isi karung itu ialah batu dan pasir. Dengan sebadan teratur empat<br />

ratus orang segera menggunakan cangkul mereka dan dalam sekejap lubang itu sudah tertutup<br />

rapih dan seluruh lapangan menjadi bersih sekali. Sesudah itu mereka menghampiri Boe Kie<br />

dan setelah memberi hormat meninggalkan lapangan dalam satu barisan panjang.<br />

Pertunjukkan itu diterima berbagai cara oleh para hadirin. Ada yang girang, ada pula yang<br />

jengkel, ada yang menghela nafas, menggeleng-gelengkan kepala, ada yang pucat mukanya<br />

dan ada juga yang bersorak-sorai. Tapi semua mendapat dua macam perasaan yang sama, rasa<br />

kagum dan jeri.<br />

Sesudah selesai Yo Siauw lalu memulangkan bendera kepada si kacung yang berdiri di<br />

belakangnya dan kemudian mengawasi Cie Jiak dengan sorot mata dingin.<br />

Seluruh lapangan sunyi senyap.<br />

Beberapa lama kemudian seorang pendeta tua dari Tat mo thong yang berada di belakang<br />

Kong tie berbangkit dan berkata… “Tadi Beng kauw memperlihatkan latihan perang.<br />

Kelihatannya memang bagus, tapi apa bisa digunakan atau tidak, kita tidak tahu sebab kita<br />

bukan jenderal perang dan juga apa yang kita pelajari bukan ilmu perang.”<br />

Semua orang mengerti, bahwa dengan berkata begitu, si pendeta hanya ingin mengecilngecilkan<br />

kelihayan Ngo heng kie.<br />

“Hwesio tua!” bentak Cioe Tian. “Kalau kau ingin tahu apa bisa digunakan atau tidak,<br />

gampang sekali. Cobalah kau dan kawan-kawanmu maju ke lapangan untuk mencoba-coba.”<br />

Tanpa meladeni tantangan itu, si pendeta menlanjutkan perkataannya. “Hari ini orang gagah<br />

di kolong langit mengadakan pertemuan untuk saling belajar ilmu silat. Aku menyetujui usul2<br />

yang telah diajukan oleh beberapa siecoe (tuan). Kita bertanding dengan satu lawan satu.<br />

Menarik keuntungan dengan mengandalkan jumlah yang besar adalah bertentangan dengan<br />

peraturan Rimba Persilatan.”<br />

“Menarik keuntungan dengan mengandalkan jumlah yang besar memang bertentangan dengan<br />

peraturan Rimba Persilatan,” kata Auwyang Bok. “Tapi bagaimana dengan Pek Lek Loei<br />

hwoei tan? Apa permainan kanak-kanak itu boleh dipergunakan?”<br />

Sesudah berdiam sejenak, si pendeta menjawab. “Orang yang bertanding tentu saja boleh<br />

menggunakan senjata rahasia. Di antara orang-orang dari kalangan sesat banyak yang suka<br />

menaruh racun pada senjata rahasia mereka. Kita tentu saja tidak bisa mencegah kesukaan<br />

mereka. Yang harus dilarang adalah pembokongan oleh orang yang tidak turut bertanding.<br />

Kita harus menghajar siapa juga yang berani melakukan serangan membokong. Apa kalian<br />

setuju?”<br />

Semua orang lantas menyatakan setuju.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1356

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!