20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Coe Tiang Leng menatap wajah si bocah. Saudara kecil, apa benar kau ingin kembali ke Peng<br />

hwee-to? tanyanya.<br />

Ditanya begitu Boe Kie tidak segera menjawab, karena tiba-tiba saja ia ragu. Ia ingat bahwa ia<br />

bakal mati dalam waktu yang tak terlalu lama. Ia ingat pula, bahwa perjalanan ke Peng hweeto<br />

penuh bahaya sehingga belum tentu mereka bisa mencapai jarak tersebut. Tidak pantas aku<br />

menyeret-nyeret seluruh keluarga Coe Pehpeh ke jalanan yang penuh bahaya, pikirnya.<br />

Melihat keraguan itu, Coe Tiang Leng segera saja berkata seraya mengusap-usap kepala Boe<br />

Kie, Saudara kecil, kau dan aku bukan orang luar. Kau harus memberitahukan apa yang<br />

dipikir olehmu sejujur-jujurnya. Apakah kau berniat kembali ke Peng hwee-to? Ia berkata<br />

begitu dengan suara sungguh-sungguh, dengan nada memohon.<br />

Karena pengalaman pahit getir, di dalam hatinya, Boe Kie sudah merasa sangat sebal untuk<br />

berkelana lebih lama dalam dunia Kang-ouw yang kejam dan berbahaya. Kalau sebelum mati<br />

ia bisa bertemu muka lagi dengan ayah angkatnya, kalau ia bisa mati dalam pelukan Giehoe<br />

itu, ia sungguh merasa sangat beruntung. Berpikir begitu, perlahan-lahan ia manggutkan<br />

kepalanya.<br />

Coe Tiang Leng tidak bicara lagi dan dengan menuntun tangan si bocah, ia kembali ke kamar<br />

batu. Begitu bertemu dengan Yauw Ceng Coan, ia berkata, Sekarang tidak usah diragukan<br />

lagi bahwa orang itu manusia jahat.<br />

Yauw Ceng Coan mengangguk dan dengan memegang pisau, ia segera masuk ke dalam<br />

kamar rahasia.<br />

Sesaat kemudian, dalam kamar terdengar teriakan yang menyayat hati dan waktu Yauw Ceng<br />

Coan keluar lagi, pisau yang dipegangnya berlumuran darah.<br />

Tempat persembunyian kita ini sudah diketahui musuh dan kita tak dapat tinggal lebih lama<br />

lagi, kata Coe Tiang Leng. Semua orang segera meninggalkan terowongan dan sesudah<br />

berjalan duapuluh li lebih, sesudah melewati dua puncak gunung, tibalah mereka di sebuah<br />

lembah. Sesudah berjalan lagi beberapa lama, mereka bertemu sebuah pohon kwi yang sangat<br />

besar dan di bawah pohon berdiri empat lima rumah kecil.<br />

Waktu itu fajar sudah mulai menyingsing. Semua orang lantas saja masuk ke dalam sebuah<br />

rumah di mana terdapat cangkul, luku golok dan alat-alat pertanian lain. Di samping itu, di<br />

dalam rumah tersebut juga terdapat dapur dengan perabot masak yang serba lengkap serta<br />

bahan makanan yang tidak sedikit. Boe Kie segera mengerti, bahwa untuk menjaga<br />

kedatangan musuh-musuhnya Coe Tiang Leng sudah membuat dan melengkapi rumah itu,<br />

sebagai persiapan kalau-kalau ia perlu menyingkirkan diri.<br />

Begitu tiba, orang tua itu yang mendapat luka berat segera rebah di ranjang untuk mengaso,<br />

sedang Coe Hoe Jin mengeluarkan pakaian sepatu dan ikat kepala petani dari dalam peti<br />

pakaian lalu membagikannya kepada semua orang. Dalam sekejap anggota-anggota keluarga<br />

yang kaya raya itu sudah mengenakan pakaian petani yang kasar.<br />

Setelah berdiam beberapa hari berkat obat turunan yang sangat mujarab, kesehatan Coe Tiang<br />

Leng mendapat kemajuan yang sangat pesat. Untung musuh tidak mengejar sampai di situ,<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 569

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!