20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Lwee kang, sehingga kaki Boe Kie tidak bisa diangkat tinggi. "Lepas! Mau lepas tidak?"<br />

teriaknya.<br />

"Tidak! Mau apa kau?" jawab si nona. Mendadak Boe Kie menunduk dan lalu menggigit<br />

tangan A lee.<br />

"Aduh!" teriak si nona yang terpaksa melepaskan cengkeramannya, tapi tangan kirinya lalu<br />

menyambar muka si bocah. Boe Kie coba melompat mundur, tapi tidak keburu lagi dan<br />

mukanya sudah tercakar. Dilain pihak, tangan A lee mengeluarkan darah akibat gigitan.<br />

Kim Hoa Popo tidak menghiraukan kedua anak yang sedang bertengkar itu. Dalam<br />

menghadapi lawan berat, ia tak dapat memecah perhatiannya. Dilain saat, sambil<br />

melemparkan potongan pedang, Biat coat Soethay berkata "Pedang itu pedang muridku dan<br />

ternyata tidak cukup kuat untuk menahan seranganmu." Seraya berkata begitu, ia membuka<br />

sebuah kantong yang tergantung dipudaknya dan mengeluarkan sebatang pedang tua yang<br />

panjangnya empat kaki. Sebelum dihunus, dari sarung pedang sudah terlihat sehelai sinar<br />

hijau sehingga dapat diduga, bahwa senjata itu senjata luar biasa.<br />

Kim Hoa Popo melirik dan melihat, bahwa pada sarung pedang itu terdapat dua huruf emas<br />

huruf kuno yang berbunyi: "Ie thian". Ia terkesiap dan berseru tanpa merasa: "Ie thian kiam!"<br />

Biat coat mengangguk. "Benar, inilah Ie thian kiam!" katanya.<br />

Sesaat itu, dalam otak si nenek berkelebat kata-kata yang sudah lama tersiar didalam Rimba<br />

Persilatan: "Boe lim cie coen, po-to-to-liong, hauw leng thia hee, boh kam poet ciong ie thian<br />

poet coet, swee-ie-ceng hong." (Yang termulia dalam Rimba Persilatan, golok mustika<br />

Membunuh <strong>naga</strong>, perintahnya dikolong langit, tiada manusia yang berani tidak menurut, Ie<br />

thian tidak keluar, siapa lagi yang berani melawan ketajamannya.) Ia mengawasi senjata<br />

mustika itu dan berkata dengan suara yang hampir tidak kedengaran: "Kalau begitu, Ie thian<br />

kiam, jatuh kedalam tangan Go bie pay."<br />

"Sambutlah!" bentak Biat coat seraya menotol dada si nenek dengan sarung pedang. Ia<br />

menyerang tanpa menghunus ie thian kiam. Kim ho Popo menangkis dengan tongkatnya.<br />

Begitu kedua senjata kebentrok, terdengarlah suara "brt!" dan.. loh! tongkat San ouw kiam<br />

putus jadi dua potong!<br />

Si nenek kaget tidak kepalang. Sebelum dihunus, Ie thian kiam sudah begitu hebat! Ia<br />

mengawasi senjata lawan dan berkata dengan suara perlahan: "Biat coat Soethay, bolehkah<br />

aku melihat mata pedang itu?"<br />

"Tidak bisa!" jawabnya dengan suara yang menyeramkan. "Begitu terhunus, pedang tidak<br />

boleh dimasukkan kedalam sarungnya lagi sebelum minum darah!"<br />

Untuk beberapa saat, tanpa mengeluarkan sepatah kata, kedua jago betina itu saling<br />

mengawasi. Dalam beberapa jurus tadi, mereka sudah mengadu Lweekang yang telah dilatih<br />

sela puluhan tahun. Si nenek tahu bahwa te<strong>naga</strong> dalam Biat coat masih kalah setingkat dari<br />

Lweekangnya, tapi cetek dalamnya ilmu pedang pendeta itu masih belum dapat diukur<br />

olehnya. Tapivsebagal pemimpin Go bie pay, ia tentu memiliki kepandaian luar biasa dan<br />

ditambah dengan Ie thian kiam, ia sungguh bukan lawan yang enteng. Memikir begitu, sambil<br />

batuk-batuk ia memutar badan dan lalu berjalan pergi seraya menuntun tangan si nona cilik.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 486

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!