20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

“biarpun mesti mati, aku tak dapat menuruti perintahmu untuk menaruh racun di makanan<br />

Thay Soehoe dan ayah. Lebih baik kau bunuh saja aku.”<br />

“Song Heng Tee, seorang gagah harus bisa bertindak dengan mengimbangi keadaan. Kami<br />

bukan menyuruh kau membinasakan ayah sendiri. Kami hanya ingin kau menaruh sedikit<br />

racun Bong Han Yo (obat yang melupakan), supaya mereka tertidur untuk sementara waktu.<br />

Bukankah kau sudah mengiakan waktu kita berada di kelenteng Bie Lek Hoed?”<br />

“Aku hanya mengiakan untuk menaruh Bong Han Yo. Tapi yang ditangkap Ciang Poen Liong<br />

Tauw adalah binatang-binatang yang sangat beracun – ular, kelabang, dan sebagainya. Itu<br />

semua racun untuk membinasakan manusia. Itu semua bukan Bong Han Yo.”<br />

Tan Yoe Liang mengawasi korbannya dan perlahan-lahan memasukkan pedangnya ke dalam<br />

sarung. “Cioe Kouw Nio dari Go Bie Pay sangat cantik bagaikan bidadari,” katanya. “didalam<br />

dunia sangat sukar dicari tandingannya. Aku merasa heran mengapa kau rela menyerahkan<br />

gadis itu ke dalam tangannya si bocah Boe Kie. Song Heng Tee, hari itu kau mengintip kamar<br />

tidur para wanita murid-murid Go Bie Pay dan perbuatanmu diketahui oeh Cit Soesiokmu lalu<br />

mengejar sehingga terjadi pertempuran di bukit batu. Pertempuran itu berakhir dengan<br />

peristiwa pembunuhan oleh seorang keponakan terhadap pamannya sendiri. Mengapa kau<br />

sudah melakukan pembunuhan itu? Bukankah karena ingin mendapatkan Cioe Kouw Nio<br />

yang cantik manis? Apa sekarang kau bisa mundur lagi? Tidak! Pasti tidak!”<br />

Dengan menggunakan seantero te<strong>naga</strong>nya, Song Ceng Soe bangun berdiri, “Tan Yoe Liang,<br />

lidahmu sungguh jahat!” teriaknya.<br />

“Kau menekan aku secara keterlaluan. Malam itu, di dalam pertempuran melawan bcs, aku<br />

sudah kalah. Aku berdosa besar. Kalau aku binasa, segala apa akan menjadi besar. Siapa<br />

suruh kau membantu aku? Aku kena ditipu olehmu, sehingga sekarang namaku hancur dan<br />

tidak akan bisa ditolong lagi.”<br />

“Bagus, bagus!” kata Tan Yoe Liang dengan suara mengejek. “Apa boleh aku bertanya? Boh<br />

Seng Kok mati sebab punggungnya terpukul dengan pukulan Cia Thian Tiat Ciang (Pukulan<br />

tangan besai yang menggetarkan langit) Siapa yang memukulnya? Apa Kau? Malam itu, aku<br />

bukan saja menolong jiwamu, tapi juga menolong namamu. Apa itu salah? Song Heng Tee,<br />

didalam persahabatan, yang lain tak usah disebut-sebut lagi, tapi hal kau <strong>membunuh</strong> paman<br />

sendiri pasti tak akan diuar-uar olehku. Sekarang kita boleh berpisahan dan dilain hari kita<br />

masih mempunyai kesempatan untuk bertemu muka pula.”<br />

Mendengar perkataan manusia itu yang seolah-olah bersedia untuk menyudahi segala<br />

persoalan sampai di situ, Song Ceng Soe sangat bersangsi. “Tan…. Tan Toako, apa yang mau<br />

diperbuat olehmu terhadapku?” tanyanya.<br />

Tan Yoe Liang tertawa, “Aku selalu berbuat baik terhapamu, tapi kau tetap tak percaya aku,”<br />

katanya. “Apa yang aku mau berbuat terhadapmu? Tidak! Aku tak ingin berbuat apapun jua<br />

terhadapmu. Aku hanya ingin memperlihatkan serupa barang kepadamu. Kau lihatlah! Apa<br />

ini?”<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1182

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!