20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Aku memang ingin tahu asal usul bocah itu, pikirnya. Biarlah Piauw Ko yang paksa dia<br />

membuka rahasianya, berpikir begitu, ia lantas berkata<br />

Baiklah, sebenarnya aku sendiri tak tahu murid siapa dan dari partai mana.<br />

Apakah pelajaran bocah itu bukan didapat dari sini? Tanya Wie Pek dengan perasaan heran.<br />

Kioe Tin menengok ke arah Boe Kie dan berkata, Eh, coba beritahukan Siauw Ya, nama guru<br />

dan partaimu.<br />

Mendengar perkataan si nona, Boe Kie lantas saja berpikir. Kamu begitu menghina aku, mana<br />

bisa aku memberitahukan nama kedua orang tuaku dan Thay Soehoe? Selain begitu, akupun<br />

belum pernah mempelajari ilmu silat Boe Kie Pay secara sungguh-sungguh. Dengan adanya<br />

itu, ia menjawab, Semenjak kecil, kedua orang tuaku sudah meninggal dunia dan aku<br />

bergelandangan dalam dunia Kang Ouw. Aku belum pernah belajar ilmu silat, hanya ayah<br />

angkatku yang pernah memberi satu dua petunjuk kepadaku. Mata Gi Hoe buta, sehingga<br />

iapun tak tahu, apa latihanku benar atau salah.<br />

Siapa nama ayah angkatmu? Dari partai mana dia? Tanya Kioe Tin.<br />

Boe Kie menggelengkan kepala. Aku tak bisa memberitahukan, jawabnya.<br />

Wie Pek tertawa nyaring. Masakah kita bertiga tidak bisa mengorek rahasianya? katanya<br />

sambil menghampiri Boe Kie dan berkata pula.<br />

Bocah coba kau sambut tiga pukulan, seraya berkata begitu, ia melirik nona Boe sambil<br />

tersenyum, seolah-olah ia mau mengatakan bahwa ia akan memberi pelajaran keras kepada<br />

bocah itu untuk melampiaskan rasa dongkolnya si nona.<br />

Dalam soal cinta, seseorang yang sedang mabuk cinta selalu memperhatikan gerak-gerik dari<br />

orang yang dicintai. Lirikan dan senyuman Wie Pek tidak terlepas dari mata Coe Kioe Tin<br />

yang lantas timbul rasa cemburunya. Melihat Boe Kie bersangsi untuk menyambut tantangan<br />

itu. Ia menggapai dan setelah anak itu mendekati, ia berkata dengan suara perlahan,<br />

Sebagaimana kau sudah melihat Piauw Ko memiliki kepandaian tinggi, kau tentu tak bisa<br />

menang. Tapi, asal kau bisa menyambut tiga pukulannya, kau membikin mukaku jadi terang,<br />

sehabis berkata begitu, ia menepuk-nepuk pundak si bocah untuk memberi semangat.<br />

Boe Kie juga tahu, bahwa ia bukan tandingan pemuda itu. Ia mengerti bahwa jika ia turun ke<br />

gelanggang, ia hanya akan menjadi korban. Jadi semacam lelucon untuk menggembirakan<br />

hati. Tapi begitu lekas ia berdiri dihadapan si cantik, pikirannya kalut. Sesudah diajak bicara<br />

dengan suara lemah lembut dan ditepuk-tepuk apa pula sesudah mengendus bau yang sangat<br />

harum, otaknya butak dan ia tak dapat berpikir lagi. Sio Cia memerintahkan supaya aku<br />

membikin terang mukanya dan aku tak toleh mengecewakannya, katanya di dalam hati dan<br />

seperti orang linglung, ia segera mendekati Wie Pek.<br />

Bocah, sambutlah! kata pemuda itu sambil menampar. Pukulan itu cepat luar biasa dan muka<br />

Boe Kie lantas saja terpeta lima jari tangan yang berwarna merah. Sesudah tahu, bahwa anak<br />

itu bukan mendapat pelajaran dari keluarga Coe, sehingga ia tidak bisa dianggap menghina<br />

pamannya sendiri. Ia sudah turun tangan tanpa sungkan-sungkan. Meskipun tidak<br />

mengerahkan Lweekang ia menampar dengan sepenuh te<strong>naga</strong>.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 550

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!