20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

In Lee menarik tangan pemuda itu sehingga muka Boe Kie menghadapi rembulan. Ia<br />

mengawasi dan mendadak menjewer kuping orang.<br />

"Aduh! Mengapa kau jewer kupingku?" teriak Boe Kie.<br />

"Tioe-pat koay," kata si nona, kau memang pantas dicincang dengan laksaan golok! Kau<br />

menggunakan nama Can A Goe untuk menipu aku, menyuruh aku membuka rahasia hatiku.<br />

Kau mau bikin aku malu dihadapan banyak orang. Kau... kau mengubur aku hidup-hidup.<br />

Celaka sungguh! Karena kau, aku sangat menderita.“ Sehabis berkata begitu ia pukul tiga kali<br />

dada Boe Kie.<br />

Boe Kie tidak mengerahkan Kioe yang Sinkang. Ia rela menerima pukulan itu. "Piawmoay,"<br />

katanya sambil tertawa. "Sungguh mati, kukira kau sudah meninggal dunia. Aku sudah<br />

mencucurkan banyak air mata. Bagaimana kau bisa hidup lagi? Loo thian ya (Langit) benarbenar<br />

mempunyai mata."<br />

"Loo thian ya punya mata, tapi kau, Tioe-pai koay, tak punya mata. Kau murid Tiap kok-Ie<br />

sian, Masakah orang sudah mati atau belum mati tak diketahui olehmu? Aku tak percaya. Kau<br />

tentu mencela mukaku yang bengkak-bengkak, sehingga sebelum aku putus jiwa, kau sudah<br />

mengubur aku. Kau tak lebih tak kurang daripada setan umur pendek yang tak punya perasaan<br />

hati!"<br />

Boe Kie menyeringai. "Kau boleh caci aku sepuas hati," katanya. "Waktu itu aku memang<br />

gila. Melihat mukamu berlepotan darah, napasmu berhenti dan jantungmu tidak mengetuk<br />

lagi, aku lantas menarik kesimpulan, bahwa kau sudah tidak dapat ditolong lagi..."<br />

In Lee melompat coba menjewer kuping kanannya.<br />

Boe Kie berkelit dan sambil menyoja ia berkata. "Piauw moay yang baik, ampunilah aku!"<br />

"Tidak! Aku takkau ampuni kau! Hari itu entah bagaimana aku tersadar. Diseputarku dingin<br />

semua potongan-potongan batu. Kalau kau mau mengubur aku hidup-hidup, perlu apa kau<br />

membuat lubang tertutup batu? Bukankah lebih baik kau menguruk aku dengan tanah, supaya<br />

aku<br />

tak bisa bernapas, supaya aku mati sungguhan?“<br />

"Terima kasih kepada langit dan bumi !" kata Boe Kie. "Sungguh mujur hari itu aku menutup<br />

lubang dengan batu-batu." Seraya berkata begitu, tanpa merasa ia melirik Cie Jiak.<br />

"Aku larang kau lihat dia !" bentak In Lee dengan gusar.<br />

"Mengapa?" tanya Boe Kie.<br />

"Sebab dia pembunuh yang <strong>membunuh</strong>ku" jawabnya.<br />

"Kau masih hidup, sehingga tak dapas kau mengatakan Cioe Kauwnio sebagai pembunuh,"<br />

sela Tio beng.<br />

"Aku sudah mati satu kali. Dia tetap pembunuh!"<br />

Sambil berkata begitu In Lee telah menatap Cie Jiak dengan sorot mata yang dingin seakan<br />

juga menembus ke ulu hati Cie Jiak membuat tubuh Cie Jiak jadi gemetar karenanya.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1446

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!