20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

memuncak. Han Cian Yap memang sudah tidak memikir hidup. Sesudah Yo KauwCoe<br />

berlutut, ia pasti akan menancapkan pisau itu di jantungnya sendiri supaya tak usah binasa<br />

dalam tangan jago-jago agama kami.<br />

“Untuk beberapa saat, ruangan yang besar itu sunyi bagaikan kuburan. Siauw Yauw Jie Sian<br />

(Yo Siauw dan Hoan Yauw) Peh Bie Eng Ong In Heng, Pheng Eng Giok Hwee Sio dan yang<br />

lain-lain yang biasanya pintar sekarang menghadapi jalan buntu.<br />

Pada saat yang genting, sekonyong-konyong Taykis melompat keluar dan berkata pada Yo<br />

KauwCoe. “Thia-thia, orang lain mempunyai putera berbakti, apakah Thia-thia tak punya<br />

anak perempuan yang berbakti juga? Hanya datang untuk membalas sakit hati ayahnya.<br />

Biarlah Anak yang melayaninya. Yang lebih tua yang melayani yang tua. Yang lebih muda<br />

berhadapan dengan yang lebih muda.”<br />

“Semua orang kaget. Mengapa Taykis memanggil Thia-thia (ayah)? Tapi kami lantas saja<br />

mengerti, bahwa untuk menyingkirkan marabahaya itu, Taykis sengaja mengakui Yo<br />

KauwCoe sebagai ayahnya. Kami sangat kuatir. Kepandaian apa yang dimiliki nona itu? Apa<br />

ia mampu berkelahi di dalam air yang sangat dingin seperti es?”<br />

Sebelum Yo KauwCoe keburu menjawab. Han Cian Yap sudah berkata sambil tertawa dingin.<br />

“Mewakili ayah menyambut lawan memang satu kepantasan, tapi kalau nona kalah aku tetap<br />

menuntut bahwa Yo KauwCoe harus berlutut di hadapan pisau ini.” Dengan berkata begitu, ia<br />

kelihatannya tidak memandang mata kepada Taykis. “tapi bagaimana kalau tuan yang kalah?”<br />

tanya Taykis. “Nona boleh berbuat sesuka hati. Boleh bunuh, boleh apapun jua,” jawabnya.<br />

“Baiklah. <strong>Mar</strong>i, kita pergi ke Pek Soei Han Tam,” kata Taykis yang segera berjalan lebih<br />

dahulu. Yo KauwCoe menggoyang-goyangkan tangannya dan berkata. “Tidak! Kau tak usah<br />

mencampuri urusan ini.” Taykis tersenyum, sikapnya tenang luar biasa. “Thia-thia, kau tak<br />

usah kuatir,” katanya sambil berlutut. Berlututnya seolah-olah sebuah upacara mengangkat<br />

ayah.<br />

Ketenangan Taykis menunjuk bahwa ia mempunyai pegangan dan kepercayaan pada dirinya<br />

sendiri. Yo KauwCoe tidak membantah lagi. Pada hakekatnya memang tak ada jalan lain yang<br />

baik. Semua orang lantas saja menuju Pek Soei Han Tam yang terletak di sebelah utara<br />

gunung. Ketika itu angin utara meniup dengan kerasnya. Beberapa orang yang te<strong>naga</strong><br />

dalamnya tidak begitu kuat sudah menggigil. Mereka sudah menggigil dengan hanya berdiri<br />

di pinggir kolam. Apapula kalau menerjun! Sebagian air sudah mengeras menjadi es dan air<br />

yang berwarna biru ituseperti juga tiada dasarnya. Tiba-tiba Yo KauwCoe merasa bahwa ia<br />

tak pantas membiarkan Taykis mengantarkan jiwa, “Anak,” serunya dengan suara nyaring.<br />

“kutahu, hatimu sangat mulia. Tapi biarlah aku saja yang melayani Han Heng.” Seraya<br />

berkata begitu, ia membuka jubah luarnya untuk segera menerjun ke air. Taykis tersenyum.<br />

“Thia-thia,” katanya. “Anak pandai berenang semenjak kecil, anak selalu bermain-main di<br />

laut.” Ia menghunus pedang dan bagaikan seekor walet, badannya melesat dan kedua kakinya<br />

hinggap di atas es. Sesudah membuat lingkaran dengan pedangnya, ia melompat lagi dan<br />

menerjun ke air!<br />

Di depan mataku terbayang pula kejadian itu. Hari itu, Taykis mengenakan baju warna ungu<br />

dan ketika ia berdiri di atas es, kecantikannya tak kalah dari kecantikan Dewi Leng Po.<br />

Mendadak tanpa mengeluarkan suara, ia menerjun ke air. Kami semua terkejut, Han Cian Yap<br />

pun kaget. Paras mukanya yang semula angkuh lantas saja berubah. Sambil mencekal pisau,<br />

ia turut melompat ke kolam.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1084

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!