20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Boe Kie mendengar. Ia mengakui kebenaran perkataan Tio Beng. Selama beberapa ratus<br />

tahun Siauw Lim pay menjadi pemimpin dalam rimba persilatan. Partai itu sangat ingin<br />

memiliki To Liong To yg dikenal sebagai “Boe lim Cie coen” (yang termulia dirimba<br />

persilatan).<br />

Untuk mendapatkan golok mustika itu mereka pasti takkan gampang2 <strong>membunuh</strong> ayah<br />

angkatnya. Tapi biar bagaimana pun juga, orang tua itu tentu takkan terlolos dari macam2<br />

penderitaan dan haluan.<br />

“Menurut pendapatku, usaha menolong Cia Tayhiap sebaiknya dilakukan oleh kita berdua<br />

saja,” kata Tio Beng. “Biarpun dalam Beng Kauw terdapat banyak orang gagah, tapi kalau<br />

kita menyerang secara besar2an, kedua belah pihak pasti akan mendapat kerusakan besar.<br />

Apabila Siauw Lim Sie merasa tak tahan menghadapi serang Beng Kauw, mungkin sekali<br />

mereka akan turunkan tangan jahat terhadap Cia Tayhiap, sebelum kita keburu menolong.”<br />

Boe Kie manggut2kan kepala. Ia menyetujui perkataan si nona dan ia merasa sangat berterima<br />

kasih, “Beng moay, kau benar”, katanya. (Beng moay = adik Beng).<br />

Sungguh sedap perkataan “Beng moay” itu, yang digunakan Boe Kie untuk pertama kali!<br />

Tapi dilain detik Tio Beng ingat orangtuannya, sanak familinya. Ia ingat bahwa mulai<br />

sekarang ia tak bisa pulang lagi kepada orantuanya dan mengingat begitu, ia berduka. Boe Kie<br />

apa yang dipikir gadis itu, tapi ia tak tahu bagaimana harus menghiburnya. Akhirnya ia<br />

berbangkit dan berkata. “Hayo kita berangkat.”<br />

Melihat paras muka Boe Kie yang pucat pasi. Si nona merasa sangat kuatir. “Thia thia yang<br />

sangat mencintai aku tidak akan mengambil tindakan,” katanya. “Yang aku kuatir adalah<br />

koko. Dia mungkin akan mengirim orang untuk menangkap kita.<br />

Boe Kie mengangguk. Ia pun merasa bahwa Ong Popo yang sangat lihat tak akan gampang2<br />

mau melepaskan mereka berdua. Mereka terluka berat dan perjalanan ke Siauw Lim Sie<br />

kelihatannya penuh dengan duri.<br />

“Boe Kie koko,” kata si nona. “Sekarang kita menyingkir dulu dari tempat ini. Sesudah tiba di<br />

kaki gunung barulah kita berdami lagi.”<br />

Sekali lagi Boe Kie mengangguk. Dengan tindakan limbung mendekati kuda. Selagi mau<br />

melompat naik, tiba2 badannya sakit dan te<strong>naga</strong>nya tak cukup untuk naik kepunggung kuda.<br />

Sambil mengigit gigi, Tio Beng mendorong dia keatas dengan tangan kiri. Tapi sesudah Boe<br />

Kie berada diatas kura, lukanya di dada akibat tusukan pisau kembali mengeluarkan darah.<br />

Dengan banyak susah barulah ia bisa turut naik dan duduk dibelakang Boe Kie. Kalau tadi ia<br />

dipapah Boe Kie, sekarang ia yang harus memapah Boe Kie. Sesudah mengaso beberapa saat,<br />

tunggangan itu baru dijalankan, sedang yang seekor lagi mengikuti dari belakang.<br />

Perlahan2 mereka turun gunung. Tio Beng sudah menduga pasti, bahwa sebegitu lama masih<br />

berada dihadapan ayahandanya, kakaknya tentu tidak akan berani bertindak. Tapi kalau sudah<br />

menyingkir dari mata orang tua itu, Ong Popo bisa mengambil segala rupa tindakan. Maka<br />

itu, mereka segera membelok ke timur dan kemudian mengambil sebuah jalanan kecil.<br />

Sesudah berjalan beberapa lama, mereka merasa agak lega. Andaikata Ong Popo mengirim<br />

orang untuk mengejar, tak mudah orang itu bisa menemukan mereka.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1264

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!