20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

“Selagi dia tidak bisa bergerak, aku tidak menyia-nyiakan kesempatan yang baik,” jawabnya.<br />

Aku tak sudi belajar ilmu-ilmu beracun, sebaiknya kitab ini dibakar saja. Perlu apa<br />

ditinggalkan di dalam dunia untuk mencelakai manusia?” (dengan “dia” Tio Beng maksudkan<br />

Cioe Cie Jiak).<br />

Boe Kie membalik-balik beberapa lembaran cinkeng. Ia mendapat kenyataan bahwa isinya<br />

sangat dalam dan tak bisa lantas dipecahkan olehnya. Di samping itu ia mendapat bukti bahwa<br />

bagian depan bukan terdiri dari ilmu silat keleas rendah. “Beng moay, kau salah,” katanya.<br />

“Kioe im cin keng berisi ilmu ilmu yang sangat tinggi. Kalau dipelajari dan dilatih menurut<br />

aturan, dalam sepuluh atau dua puluh tahun, orang akan memperoleh hasil menakjubkan.<br />

Memang juga, kalau orang tergesa-gesa dan mempelajari kulit-kulitnya saja yang memberi<br />

hasil cepat, ia akan memperoleh ilmu ilmu yang sifatnya beracun.” Ia terdiam sejenak dan<br />

kemudian berkata lagi. “Cie cie yang mengenakan baju kuning itu mempunyai ilmu silat yang<br />

sejalan dengan Cioe kauwnio. Tapi pukulan dan gerakannya memperlihatkan suatu ilmu yang<br />

lurus bersih. Tak bisa salah lagi, iapun mendapatkan ilmunya dari Kioe im cin keng.”<br />

“Boe Kie koko,” kata Tio Beng. “Cie cie itu mengatakan di belakang gunung Ciong lim san<br />

terdapat kuburan mayat hidup, burung rajawali sakti dan pasangan pendekar tak muncul lagi<br />

dalam dunia Kangouw. Apa artinya ini?”<br />

Boe Kie menggelengkan kepala. “Tak tahu,” jawabnya. “Nanti kita boleh tanya Thay<br />

soehoe.”<br />

Sesudah beromong-omong lagi beberapa lama, karena musuh tidak membuat gerakan apa apa<br />

lagi, semua orang lantas pergi tidur.<br />

Pada keesokan paginya, Boe Kie memanjat satu pohon besar untuk menyelidiki keadaan<br />

musuh. Ia mendapat kenyataan, bahwa jumlah musuh bertambah dengan kira-kira selaksa<br />

orang dan dilihat dari gerakannya, mereka sedang mempersiapkan gerakan baru. Di antara<br />

gerakan gerakan bendera dan serdadu, sayup sayup terdengar bunyi terompet yang tak<br />

berhenti hentinya. Persiapan tentara Goan itu telah membuat hati orang gagah jadi merasa<br />

keder.<br />

“Beng moay…” kata Boe Kie sesudah turun dari pohon.<br />

“Hem… ada apa?” tanya si nona.<br />

“Tak apa apa… aku hanya ingin memanggil namamu.” Boe Kie sebenarnya ingin meminta<br />

pikiran gadis yang pintar itu dalam usaha mengundurkan musuh. Tapi di dalam saat itu ia<br />

ingat, bahwa Tio Beng tersebut adalah seorang puteri Mongol, yang karena cinta sudah<br />

mengkhianati orang tuanya sendiri. Kalau sekarang ia minta si nona menelurkan siasat untuk<br />

membasmi bangsanya sendiri, ia anggap permintaan itu agak keterlaluan.<br />

Tapi dengan melihat paras muka Boe Kie dan nada suaranya, Tio Beng sudah bisa membaca<br />

isi hati pemuda itu. “Boe Kie koko, aku merasa terima kasih, bahwa kau mengerti<br />

kesukaranku,” katanya. “Dalam hal ini sebaiknya aku tidak bicara banyak.”<br />

Dengan merasa masgul Boe Kie masuk ke kamarnya. Ia mengasah otak, tapi sesudah<br />

beberapa lama, belum juga ia mendapatkan jalan yang baik. Dalam pekatnya ia membalik<br />

lembaran kedua kitab yang diberikan Tio Beng. Sesudah Kioe im cin keng, tanpa sengaja ia<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1421

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!