20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Nona In menggigit gigi. "Kalau kau tidak mengaku bersalah. biar bagaimanapun juga, aku tak<br />

sudi ditolong olehmu," katanya. Kulit mukanya yang putih sekarang berubah pucat dan<br />

tubuhnya agak bergemetaran, sehingga pemuda itu jadi lebih tak tega lagi. Ia menghela napas<br />

seraya berkata: "Baiklah. Hitung-hitung aku yang salah dan kau tidak bersalah."<br />

"Tak bisa!" kata sinona. "Kalau salah, ya salah. Mengapa kau menggunakan perkataan hitunghitung?<br />

Mengapa sesudah menghela napas, baru kau mengaku salah? Hm! Pengakuanmu<br />

tidak keluar dari hati yang jujur."<br />

Sebab perlu menolong jiwa, Coei San sungkan bertengkar lagi. "Kaizar Langit di atas,<br />

Malaikat Sungai dibawah, dengan hati yang setulus-tulusnya aku ingin menyatakan kepada<br />

nona In ....In ....." Ia tak dapat meneruskan perkataannya sebab belum tahu nama si nona.<br />

"In So So," menyambungi nona itu.<br />

"Hmm! .... kepada nona In So So, bahwa dalam segala hal, akulah yang bersalah, atau<br />

tegasnya, aku mengaku bersalah."<br />

In So So bunga hatinya, ia tertawa dengan paras berseri seri. Tapi hampir berbareng, kedua<br />

lututnya lemas dan ia jatuh duduk dikursi. Buru-buru Coei San mengeluarkan sebutir Pek co<br />

Hoei sim tan, yaitu pel untuk melindungi jantung dari segala rupa serangan racun, yang lalu<br />

diberikan kepada So So. Sesudah ia menggulung tangan baju si nona dan mendapat<br />

kenyataan, bahwa separuh lengan itu sudah berwarna hitam ungu dan hawa racun terus naik<br />

keatas dengan cepatnya.<br />

Sambil mencekel bahu si nona dengang tangan kirinya, la menanya: "Apa yang dirasakan oleh<br />

mu ?"<br />

"Dadaku menyesak," jawabnya. "Mengapa kau tidak cepat-cepat mengaku salah? Kalau aku<br />

mati, kaulah yang berdosa."<br />

Tentu saja Coei San tidak meladeni perkataan seperti anak kecil itu. "Tak apa-apa, legakanlah<br />

hatimu." katanya dengan suara lemah lebut. "Longgarkan semua otot-ototmu, jangan<br />

menggunakan te<strong>naga</strong> sedikitpun, berbuatlah seperti kau sedang tidur pulas."<br />

"Aku merasa seperti juga sudah mati," kata si nona.<br />

"Hmm! Sesudah terluka begitu, dia masih begitu gila-gilaan," kata Coei San dalam hatinya.<br />

"Celaka sungguh orang yang jadi suaminya." Memikir begitu, jantungnya memukul keras,<br />

karena kuatir si nona dapat menebak apa yang dipikirnya. Ia melirik muka si nona yang<br />

kelihatan bersemu dadu, seperti orang kemalu-maluan. Tiba tiba kedua mata kebentrok dan<br />

mereka saling melengos. "Thio Ngo ko," tiba tiba So So berkata dengan suara perlahan. "Aku<br />

bicara sembarangan saja. Kuharap kau tidak gusar" Mendengar perubahan panggilan dari<br />

Thio Ngo hiap jadi Thio Ngo ko, hati Coei San berdebar-debar semakin keras. Tapi lain saat,<br />

ia segera menjernihkan pikiran dan mengempos semangat untuk mengarahkan Lweekang.<br />

Perlahan-lahan semacam hawa hangat naik dari perutnya keatas dan lalu berkumpul dikedua<br />

lengan tangannya.<br />

Selang beberapa saat, dari kepala pemuda itu keluar uap putih, sedang keringatnya turun<br />

berketel-ketel, sebagai tanda, bawwa ia tengah mengerahkan seluruh te<strong>naga</strong> dalamnya.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 144

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!