20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Si berewok mengeluarkan seruan tertahan, “Ilmu Thia hong Pan kee (membedakan senjata<br />

rahasia dengan mendengar sambaran anginnya) dari Touw Loosianseng amat terkenal dalam<br />

Rimba Persilatan,” katanya. “Mengapa Loosianseng bisa jadi tuli? Sungguh sayang!”<br />

Toojin yang berbadan lebih gemuk dari si berewok lantas saja menghunus pedang dan<br />

berkata, “Mengapa kalian tidak mengeluarkan senjata?”<br />

Si nenek mengangkat kedua tangannya dan ternyata pada setiap telapak tangan terdapat tiga<br />

batang golok yang panjangnya belum cukup setengah kaki. Hampir berbareng si kakek juga<br />

mengangkat kedua tangannya dan iapun memegang enam golok pedang yang berukuran<br />

sama, tiga batang di saban tangan. Di lain saat golok itu saling berpindah tangan yang di<br />

tangan kanan pindah ke tangan kiri dan yang di tangan kiri pindah ke tangan kanan. Cara<br />

pemindahan itu menakjubkan dan memperlihatkan suatu hasil dari latihan yang lama dan<br />

sungguh sungguh.<br />

Melihat senjata yang aneh itu ketiga toojin terkejut. Dalam Rimba Persilatan belum pernah<br />

ada senjata begitu. Mau dikata golok terbang (hoetoo), cara menggunakannya bukan<br />

menggunakan golok terbang.<br />

Siapa pasangan tua itu?<br />

Kakek yang tuli dan gagu itu seorang she Touw bernama Pek Tong dan dengan senjata Siang<br />

kauw (sepasang gaetan) ia telah mendapat nama besar di Soecoan barat. Isterinya yang<br />

bernama Ek Sam Nio mahir dalam menggunakan tombak. Banyak tahun yang lalu mereka<br />

bermusuhan dengan Giokcit koan di Ceng pay. Karena harus menghadapi musuh yang<br />

berjumlah banyak lebih besar dan juga sebab bibit permusuhan sebenarnya hanya soal yang<br />

remeh, maka mereka belakangan mengambil keputusan untuk meninggalkan Soecoan dan<br />

berpindah ke tempat lain. Di luar dugaan biarpun sudah berada di tempat jauh, malam ini<br />

mereka disusul oleh musuh-musuh lama itu.<br />

Ketiga imam itu adalah murid turunan kedua dari Giok cin koan. Yang berewokan bernama In<br />

Ho, yang gemuk Ma Hoat Thong, sedang yang ketiga yang bertubuh kecil kurus bernama In<br />

Yan. Mereka menggunakan pedang dan mendapat julukan sebagai “Ceng hay Sam kiam”<br />

(tiga jago pedang dari Ceng hay).<br />

Biarpun berbadan gemuk dan gerak geriknya kelihatan tidak begitu gesit, Ma Hoat Thong<br />

sangat berakal budi. Melihat suami isteri Touw menggunakan golok golok pendek dan tidak<br />

menggunakan lagi senjata mereka yang lama, ia lantas saja mengetahui bahwa keduabelas<br />

golok pendek itu tentu mempunyai kelihayan yang luar biasa. Maka itu, ia lantas saja berseru,<br />

“Sam Cay-kiam tin Thian tee jin (Samcay) kiam tin – barisan pedang Sam cay kiam. Thian<br />

tee-jin – langit, bumi, manusia yang dikenal sebagai Sam kay.<br />

“Tian swee seng cie Coet giok cin!” menyambung In Ho. (Tan swee seng cie Coet giok cin –<br />

kilat menyusul bintang, keluar dari Giok cin koan).<br />

Dengan serentak ketiga imam itu bergerak mengurung suami isteri Touw.<br />

Boe Kie memperhatikan “tin” itu dengan perasaan sangsi. Tiga toojin itu tak henti2nya saling<br />

menukar tempat dan tiga batang pedang seolah-olah merupakan selembar jala yang bersinar<br />

putih. Sesudah mengawasi beberapa saat ia lantas dapat menebak intisari daripada barisan itu.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1284

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!