20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

“Bukankah aku sudah mengatakan bahwa sebaiknya kau pulang untuk berobat?” kata Boe<br />

Kie, “Untuk apa kau bentrok dengan kakakmu dan ikut aku menderita.”<br />

“Aku rela menderita,” jawabnya, “Mengenai kakak, sekarang atau nanti aku pasti bentrok<br />

dengan dia. Hal terpenting bagiku adalah kuatir kau tidak mau mengajak aku. Yang lainnya<br />

hal kecil.”<br />

Boe Kie tertegun. Ia tak pernah menduga sama sekali bahwa cinta Tio Beng terhadapnya<br />

sedemikian besar. Sudah lama ia tahu bahwa si nona menyukai dirinya. Tapi pada hakekatnya<br />

ia menganggap rasa cinta itu hanyalah rasa cinta yang tidak berdasar teguh dari seorang gadis<br />

remaja yang pikirannya mudah berubah-ubah. Baru sekarang ia menyadari bahwa cinta Tio<br />

Beng tulus dan murni. Untuk mengikuti dia, si nona rela melemparkan segala kekayaan dunia.<br />

Berpikir begitu ia menunduk dan mengawasi muka yang pucat tapi cantik luar biasa. Pada<br />

saat itu sebagai manusia biasa ia tidak dapat menahan gejolak hatinya lagi dan dengan rasa<br />

cinta yang meluap-luap ia menempelkan bibirnya ke bibir si nona.<br />

Muka Tio Beng segera berubah merah, kejadian itu merupakan goncangan yang terlampau<br />

berat bagi badannya yang sangat lemah dan ia pingsan.<br />

Boe Kie yang paham ilmu ketabiban tidak menjadi bingung. Pingsannya Tio Beng hanya<br />

memperlipat rasa terima kasih dan rasa cintanya. Tiba-tiba dalam otaknya berkelabat sebuah<br />

pertanyaan, “Cinta Cie Jiak terhadapku mana bisa menandingi cinta Tio Kauwnio?”<br />

Beberapa saat kemudian Tio Beng tersadar. Melihat Boe Kie seperti sedang memikirkan<br />

sesuatu ia bertanya, “Apa yang dipikirkan olehmu? Cioe Kauwniokah?”<br />

Boe Kie mengangguk, “Aku merasa bersalah terhadapnya,” jawabnya.<br />

“Kau menyesal?”<br />

“Waktu aku mau bersembahyang dengan dia sebagai suami istri, aku ingat padamu dan aku<br />

sedih. Sekarang aku ingat dia dan aku merasa bersalah terhadap dia.”<br />

“Tapi dalam hati kau lebih mencintai aku, bukankah begitu?”<br />

“Bicara terus terang, terhadapmu aku cinta dan aku benci, terhadap Cie Jiak aku menghormati<br />

dan aku takut.”<br />

Si nona tertawa geli. “Aku lebih suka terhadapku kau cinta dank au takut,” katanya,<br />

“Terhadap dia kau menghormati dan kau benci.”<br />

Boe Kie ikut tertawa. “Tapi sekarang sudah jadi lain,” katanya tersenyum. “Terhadapmu<br />

kubenci dan kutakut. Kubenci karena kau sudah menggagalkan pernikahanku, kutakut sebab<br />

aku takut kau tidak mau membayar kerugian.”<br />

“Bayar kerugian apa?”<br />

“Bayar kerugian dengan dirimu sendiri, dengan menjadi istriku sebagai gantinya Cie Jiak.”<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1254

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!