20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

“Bukan… bukan… lihatlah yang terang. Apa benar tak ada manusia. Bukan… bukan<br />

manusia… apa tak ada sesuatu yang mengudak kemari…”<br />

Boe Kie tertawa, “Di siang hari bolong kalau ada yang mengubar masakan tak kulihat?”<br />

katanya dengan suara lemah lembut. “Cie Jiak, selama beberapa hari kau terlalu letih.<br />

Mungkin sekali matamu kabur dan kau salah lihat!”<br />

“Tak mungkin, tiga kali kulihat dia,” jawabnya.<br />

“Apa yang kau lihat sampai tiga kali?” tanya Boe Kie.<br />

Sambil memegang kedua lengan Boe Kie erat erat dan sesudah mengumpulkan seantero<br />

keberaniannya, Cie Jiak menengok ke belakang akan kemudian baru-baru memutar kepalanya<br />

lagi ke arah Boe Kie. Melihat muka pemuda itu yang penuh kekuatiran, tiba-tiba rasa terharu<br />

yang tiada taranya bergelombang dalam hati si nona. Te<strong>naga</strong>nya habis dan ia roboh ke tanah.<br />

“Boe Kie koko…” katanya dengan nada sesambat yang diliputi penyesalan hebat. “Aku… aku<br />

telah menipu kau habis habisan. Akulah yang curi Ie thian kiam dan To Liong to. In… In<br />

Kouwnio dibunuh olehku. Jalan darahnya Cia tayhiap ditotok olehku. Aku tak pernah<br />

menikah dengan Song Ceng Soe. Dalam hatiku hanya… hanya terdapat… kau seorang…”<br />

“Aku sudah tahu itu semua. Tapi mengapa kau berbuat begitu?”<br />

“Kau tidak tahu apa yang dikatakan oleh mendiang guruku di atas menara di Ban hoat sie. Ia<br />

memberitahukan rahasia Ie thian kiam dan To liong to kepadaku. Ia paksa aku bersumpah,<br />

bahwa sesudah berhasil mencuri pedang dan golok mustika itu, aku harus angkat derajat Go<br />

bie pay. Ia paksa aku bersumpah, bahwa aku akan berlagak baik terhadapmu, tapi tidak boleh<br />

mencintai kau dengan sesungguhnya…”<br />

Dengan rasa kasihan Boe Kie mengusap usap tangan si nona. Di depan matanya lantas saja<br />

terbayang cara bagaimana Biat Coet Soethay membinasakan Kie Siauw Hoe dengan<br />

tangannya sendiri. Cara bagaimana di padang pasir niekouw tua itu bersumpah untuk<br />

memusnahkan Beng kauw, cara bagaimana dia <strong>membunuh</strong> anggota anggota Swie kiem kie<br />

dengan Ie thian kiam dan cara bagaimana di Bin hoat sie, nenek itu lebih suka binasa daripada<br />

menerima pertolongannya. Peristiwa peristiwa itu membuktikan bahwa kebencian Biat coat<br />

Soe thay terhadap Beng kauw adalah kebencian yang sangat mendalam.<br />

Cioe Cie Jiak adalah ahli waris si nenek dan telah menerima pesan terakhir. Maka itu ia<br />

percaya, bahwa perbuatan Cioe Cie Jiak yang berdosa telah dilakukan atas anjuran Biat coat.<br />

Boe Kie adalah seorang yang mudah memaafkan dan tidak bisa menaruh dendam. Ia ingat<br />

pula, bahwa dalam pertempuran di Kong beng teng melawan suami isteri Ho Thay Ciong dan<br />

dua tetua Hwa san pay kalau tidak dapat pertolongan si nona, mungkin sekali ia sudah binasa.<br />

Sebagai seorang yang berhati mulia, pertolongan itu menonjol ke depan dan segala kedosaan<br />

nona Cioe jadi terlebih kecil. Rasa kasihannya lantas saja bertambah besar. “Cie Jiak,”<br />

katanya dengan suara halus, “bilanglah apa yang dilihat olehmu? Mengapa kau begitu<br />

ketakutan?”<br />

Tiba-tiba si nona melompat bangun. “Tidak! Aku tak akan beritahukan kepadamu,” katanya<br />

dengan nafas memburu. “Aku dikejar setan penasaran… aku berdosa dan pantas mendapat<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1435

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!