20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Sesaat kemudian, enam ekor biruang yang datang dari depan dan tujuh ekor dari belakang<br />

sudah berkumpul dibawah pohon. Mereka mendongak dan menggeram hebat sambil<br />

memperlihat gigi mereka.<br />

Coei San mematahkan sebatang cabang kecil yang lain digunakan untuk menimpuk mata<br />

seekor biruang.<br />

Timpukan itu mengenakan tepat pada sasarannya dan sambil menggeram serta me lompatlompat<br />

bahna sakitnya, binatang itu menyeruduk pangkal pohon dengan kepalanya. Melihat<br />

hasil pertama, Coei San segera mengulangi perbuatannya. Tapi kawanan binatang itu ternyata<br />

pintar sekali dan mereka semua menundukkan kepala dan mulai mengeragoti pohon. Oleh<br />

karena begitu, Coei San hanya dapat menimpuk punggung mereka yang kulitnya tebal,<br />

sehingga serangan itu tidak dirasakan sama sekali. Tak lama kemudian, pangkal pohon itu<br />

sudah somplak sebagian dan jika di dorong beramai-ramai, sudah pasti akan roboh.<br />

Coei San menghela napas. "Aku tak nyana, sesudah berhasil menyelamatkan diri dari lautan,<br />

kita bakal jadi makanan kawanan biruang," katanya.<br />

Dengan jantung memukul keras, So So mengawasi satu pohon siong yang terpisah kira-kira<br />

tujuh delapan tombak. "Ngoko," bisiknya. "Dengan ilmu mengentengkan badan, sekali lompat<br />

kau bisa turun kebawah dan dengan sekali lompat lagi, kau bisa naik kepohon itu."<br />

Sang suamipun sudah lihat kemungkinan itu. Memang, kalau seorang diri, ia dapat berbuat<br />

begitu. Tapi dengan membawa isterinya, mereka tentu akan tercegat ditengah jalan. Maka itu<br />

sambil menggeleagkan kepala, ia berkata: "Tidak dapat. Tak dapat aku berbuat begitu."<br />

"Ngoko, tak usah kau pikiri aku," kata pula sang istiri. "Tidak perlu kita mati berdua-dua."<br />

"Kita sudah bersumpah, bahwa Langit diatas bumi dibawah, kita tak akan berpisahan untuk<br />

selama-lamanya." jawab sang suami. "Mana dapat aku meninggalkan kau dengan begitu saja<br />

?"<br />

Bukan main rasa terharunya nyonya itu, sehingga air matanya lantas saja berlinang-linang. Ia<br />

ingin coba membujuk lagi, tapi mu!utnya seearti terkancing.<br />

Sesaat itu, tiba-tiba pohon bergoyang-goyang, karena didesak dengan berbareng oleh<br />

kawanan biruang itu.<br />

Hati So So mencelos, sehingga tanpa merasa, ia mengeluarkan teriakan perlanan. Ia tahu.<br />

beberapa detik lagi, pohon itu pasti akan rubuh.<br />

Pada saat yarg sangat berbahaya, disebelah kejauhan sekonyong konyong terdengar suara<br />

yang sangat tajam. Suara itu tidak begitu keras, tapi aneh sekali, seperti bunyi burung malam,<br />

seperti bunyi khim, seperti angin meniup daun bambu dan seperti bunyi genta.<br />

Begitu mendengar suara itu, ketigabelas biruang berhenti serentak dalam usahanya untuk<br />

merubuhkan pohon dan berdiri diam sambil memasang kuping. Dari sikap mereka, seolah<br />

olah suara itu adalah suara yarg paling menakuti didalam dunia. Apa yang paling<br />

mengherankan lagi, sesaat kemudian, seekor demi seekor menundukkan kepala dan<br />

mendekam diatas tanah tanpa bergerak.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 217

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!