20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

“Tak usah sebut gusar, atau tidak gusar,” kata Cia Soen. “Bagaimana dengan hasil<br />

penyelidikanmu? Apakah kau sudah mendapat kabar tenang anakku Boe Kie?”<br />

Boe Kie terkesiap. Hampir berbareng ia merasa tangannya dipijit Tio Beng. Ia tahu bahwa si<br />

nona melarang ia bergerak. Tadi ia karena ia tidak menghiraukan nasihat Tio Beng, hampir2<br />

ia berurusan dengan si nenek karena urusan batu. Maka it ia sekarang tidak berani berlaku<br />

sembrono lagi dan sebisa2 menahan hatinya.<br />

“Belum! Aku tidak berhasil,” jawab si nenek.<br />

Cia Soen menghela napas. Sesudah berdiam beberapa saat, ia berkata “Han Hoejin, kita<br />

berdua adalah saudara. Tak boleh kau menipu aku sebab mataku buta. Bilanglah! Apakah<br />

anakku Boe Kie masih hidup?”<br />

Sebelum si nenek keburu menjawab, mendadak Coe Jie mendahului. “Cia Tayhiap…” Tapi ia<br />

tidak bisa meneruskan perkataannya, karena tangannya di pijit nenek Kim hoa yang menatap<br />

wajahnya dengan melotot.<br />

“In Kauwnio,” kata Cia Soe tergesa gesar. “Omong terus! Hayo…. Apa popo menipu aku.<br />

Dia berdusta bukan?”<br />

Air mata si nona mengalir turun di kedua pipi nya. Dengan muka menyeramkan, si nenek<br />

menempelkan telapak tangannya pada batok kepala Coe Jie. Si nona tahu, bahwa kalau ia<br />

berani bicara secara bertentangan dengan kemauan popo nya, ia bakal binasa seketika. “Cia<br />

tayhiap,” katanya. “Popo tidak menipu kau. Kami tidka mendapat kabar apapun jua tentang<br />

Thio Boe Kie.”<br />

Paras muka si nenek berubah terang, ia mengangkat tangannya dari batok kepala Coe Jie, tapi<br />

tangan kirinya maish tetap mencekal pergelangan tangan nona itu.<br />

“Apa saja yg didengar olehmu?” tanya pula Cia Soen. “Bagaimana dengan bengkauw?<br />

Bagaimana dengan sahabat2 lama?”<br />

“Tak tahu,” jawab si nenek. “Aku tidak memperdulikan urusan Kang Ouw. Yang penting<br />

bagiku adalah mencari Biat Coat suthay untuk membalas sakit hati. Urusan lain tidak menarik<br />

hatiku.”<br />

“Bagus!” teriak Cia Soen dengan gusar. “Han Hoejin, apa yg dikatakan olehmu pada hari itu<br />

dipulau Teng Bwe to? Kau mengatakan, bahwa Thio Ngo tee suami istri telah <strong>membunuh</strong> diri<br />

di Boetongsan. Kau mengatakan bahwa anakku Boe Kie telah yatim piatu yg terhina2 (Red:<br />

kalau tidak salah) dalam dunia Kang Ouw dan dimana2 dihina orang. Kau mengatakan,<br />

sungguh kasihan anak itu! Bukankah kau mengatakan itu semua?”<br />

“Benar!”<br />

“Kau mengatakan bahwa anakku itu kena pukulan Hian beng sin ciang, sehingga siang dan<br />

malam ia menderita kedinginan. Kau mengatakan juga bahwa di Ouw Hiap kok, kau telah<br />

bertemu dengan dia. Kau coba membawa dia ke leng coat to, tapi ia menolak. Taulah yg<br />

dikatakan olehmu, bukan?”<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1035

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!