20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Sebelum Coei San tiba ditempat kemudi, gelombang-gelombang besar mengamuk, sehingga<br />

perahu terputar-putar dan terpental kian kemari. Buru buru ia mengempos semangat dan<br />

menancap kedua kakinya dipapan perahu, sehingga meskipun perahu terombang-ambing,<br />

badannya tidak bergerak. Beberapa saat kemudian, sesudah serangan gelombang agak<br />

mereda, ia merangkak dan dengan kedua tangannya ia memegang kemudi erat-erat.<br />

Sekonyong-konyong terdengar beberapa kali suara gedubrakan yang keras bukan main dan<br />

badan perahu bergoyang goyang, Ternyata, dengan menggunakan Long gee pang, Cia Soen<br />

telah merubuhkan tiang layar tengah dan depan dan kedua tiang itu bersama-sama kain<br />

layarnya yang berwarna putih, jatuh kedalam laut<br />

Topan yang menyerang benar-benar hebat. Meskipun hanya ketinggalan sebuab layar<br />

belakang, perahu itu masih tetap miring kian kemari seperti orang mabok arak. Menghadapi<br />

serangan alam yang hebat, Cia Soen yang gagah tak berdaya. Ia mengawasi langit dergan<br />

paras muka mendongkol dan beberapa kali hampir-hampir ia tergelincir di sapu angin.<br />

Akhirnya, dengan apa boleh buat, ia mengangkat pula Long gee pang dan menghantam tiang<br />

yang terakhir.<br />

Sesudah semua tiang layar rubuh, perahu itu lantas saja terombang ambing tanpa tujuan. Tibatiba<br />

Coei San ingat So So. "In Kouwnio!" teriaknya. "Dimana kau? Dimana kau? In Kouwnio<br />

!" Ber ulang-ulang ia berteriak, tapi sedikitpun ia tidak mendapat jawaban, sehingga dalam<br />

teriakan-teriakan yang belakangan, dalam suaranya terdapat nada seperti orang menangis.<br />

Mendadak ia merasa lututnya seperti dipeluk orang dan berbareng, sebuah gelombang yang<br />

besar telah menyambar badannya.<br />

Sambil mengempos semangat, ia mencekal kemudi erat-erat, tapi tak urung tubuhnya<br />

bergoyang goyang karena dahsyatnya ombak itu. Pada detik itu, orang yang barusan memeluk<br />

lututnya sudah merangkul pinggangnya. "Thio Ngoko, terima kasih," demikian terdengar<br />

suara So So yang lemah lembut: "Kau sangat memperhatikan keselamatanku."<br />

Coei San girang bukan, main. "Oh, Tuhan ! Terima kasih untuk perlindunganMu!" bisiknya<br />

sambil memeluk pinggang sinona.<br />

Angin terus mengamuk dan amarah lautan masih tetap belum mereda.<br />

Diantara pukulan-pukulan gelombang, mendadak Coei San melihat sebuab kenyataan. Ia<br />

sekarang mengakui, bahwa didalam bahaya, ia lebih memikiri keselamatan So So daripada<br />

keselamatan diri nya sandiri.<br />

"Thio Ngoko, biarlah kita mati bersama-sama," bisik pula si nona.<br />

Dalam keadaan biasa, biarpun kedua orang muda itu menyintai satu sama lain mereka pasti<br />

tak akan menumplek isi hati mereka secara begitu cepat dan terang-terangan. Tapi pada saat<br />

itu pada detik mereka bersama-sama menghadapi kebinasaan, segala perasaan main dan<br />

jengah telah dikesampingkan. Didalam kegelapan dan diantara badai, badan perahu tak<br />

hentinya mengeluarkan suara "krekek" dan bisa hancur luluh disetiap saat, tapi didalam hati<br />

kedua orang muda itu terdapat rasa beruntung yang tiada batas.<br />

Sesudah mengadu te<strong>naga</strong> dengan Cia Soen, Coei San sebenarnya merasa lelah bukan main.<br />

Tapi rasa cinta yang kini tengah memenuhi dadanya telah memberi te<strong>naga</strong> baru kepadanya.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 199

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!