20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Si nenek tertawa sedih. “Kalau begitu, kau masih ingat kejadian2 dahulu” katanya.<br />

“Sementara Gin yap taoko meninggal dunia, aku sudah merasa tawar terhadap segala<br />

keduniawian. Hanyalah karena masih ada beberapa urusan yg belum beres, aku masih belum<br />

mau mati untuk mengikuti Gin yap taoko. Cia hiantee biarpun kepandaian mereka tinggi dan<br />

akalnya banyak, semua jago di Kong beng teng tak dipandang sebelah mata olehku. Kecuali<br />

satu2nya adalah kasu sendiri. Apa kau tau sebab musababnya?”<br />

Sesudah memikir beberapa saat, Cia Soen menggelengkan kepala, “Tidak,” jawabnya. “Cia<br />

Soen seorang bodoh dan tidak cukup berharga untuk dihargai oleh Hian Cie (kakakku yg<br />

budiman).”<br />

Si nenek berjalan beberapa tindak dan berduduk diatas sebuah batu besar. “Diseluruh Kong<br />

Beng Teng, hanya nyonya Yo Kauwcoe dan kau sendiri yg dipandang mata oleh Cie san li<br />

ong long,” katanya. “Waktu aku menikah dengan Gin Yap Siang seng, hanya kau bedua yg<br />

tidak mengutuk aku, karena aku menikah dengan orang luar.”<br />

Perlahan2 Cia Soen pun berduduk diatas sebuah batu besar. “Biarpun bukan penganut agama<br />

kita, Han Taoko adalah seorang gagah sejati,” katanya. “Pemandangan saudara2 kita memang<br />

sangat cupat. Hmm… bagaimana akibat serangan enam partai terhadap Kong Beng Teng?<br />

Bagaimana nasih saudara2 kita itu?”<br />

“Cia Hiantee, badanmu diluar lautan, hatimu tetap di Tiong goan. Manusia hanya hidup<br />

beberapa puluh tahun. Dalam sekejap waktu itu lewat. Perlu apa kau memikiri orang lain?”<br />

Mereka berhadapan dalam jarak beberapa kaki dan bisa saling mendengar jalan pernapasan<br />

masing2. Karena si nenek selalu batuk2 diwaktu berbicara, Cia Soen lalu berkata, “Waktu<br />

bertempur dengan orang2 Kaypang, dadamu tertikam pedang. Apa luka itu sampai sekarang<br />

belum sembuh?”<br />

“Saban hawa udara dingin, batukku menghebat. Hmm, sesudah batuk tigapuluh tahun, aku<br />

sudah jadi biasa lagi. Cia Hiantee kudengar jalan pernapasanmu tidak begitu baik. Apakah<br />

kau mendapat luka didalam waktu berlatih Cit siang koen? Cia hiantee kau hraus menjaga<br />

diri.”<br />

“Terima kasih atas perhatian Hian cie,” mendadak ia menengok kepada In Lee dan berkata,<br />

“In Lee, kemari.”<br />

Si nona mendekati.<br />

“Coba kau totok aku dengan jari tangamu, dengan seantero te<strong>naga</strong>mu.”<br />

In Lee terkejut, “Aku tak berani!” katanya.<br />

Cia Soen tertawa. “Cia Kong Kong, kau dan popo adalah saudara angkat. Segala urusan bisa<br />

dibereskan secara damai.”<br />

Cia Soen tertawa sedih, “Cobalah totok aku,” katanya pula. “Kau tak usah takut. Kau di<br />

perintah olehku.”<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1051

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!