20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

orang harus menggunakan racun melawan racun. Dengan demikian, sebelum orang tahu racun<br />

apa yang terdapat dalam koyo itu, ia tidak berdaya, sebab kalau salah menggunakan racun,<br />

maka si penderita pasti akan hilang jiwanya.<br />

Dalam kedukaannya dan rasa menyesalnya yang sangat besar, tiba-tiba Boe Kie mengerti,<br />

mengapa dahulu ayahnya telah <strong>membunuh</strong> diri. Ia sekarang sudah berbuat kesalahan besar<br />

yang tidak bisa diperbaiki lagi. Seperti mendiang ayahnya, baginya pun hanya terdapat satu<br />

jalan. Jalan <strong>membunuh</strong> diri untuk menebus dosa. Perlahan-lahan ia bangun berdiri.<br />

Boe Kie koko, apa benar tak ada obat lagi? tanya Poet Hwie dengan mata membelalak. Boe<br />

Kie koko, mengapa kau tidak mau mencoba?<br />

Boe Kie menggeleng-gelengkan kepala.<br />

Oh, begitu? kata si nona. Di luar dugaan dalam mengeluarkan perkataan itu, suara dan sikap<br />

Poet Hwie kelihatan tenang.<br />

Mendadak jantung Boe Kie memukul keras. Ia ingat apa yang pernah dikatakan oleh si nona.<br />

Pada waktu membuka rahasia hatinya, antara lain Poet Hwie mengatakan, kalau lukanya tak<br />

sembuh akupun tak bisa hidup lebih lama di dalam dunia. Ia sekarang tahu, bahwa ia bukan<br />

<strong>membunuh</strong> dua, tetapi tiga orang.<br />

Dengan mata berkunang-kunang, ia berdiri bagaikan patung. Tiba2 Gouw Kin Co masuk dan<br />

berkata, Kauw coe, Tio Kouw nio berada di luar kuil dan minta bertemu dengan kau.<br />

Aku justru mau cari dia! teriak Boe Kie. Ia mencabut pedang yang tergantung di pinggang<br />

Poet Hwie dan lalu menuju keluar pintu dengan tindakan lebar.<br />

Siauw Ciauw mencabut kembang mutiara yang tertancap di kundainya dan sambil<br />

mengangsurkan perhiasan itu kepada Boe Kie, ia berkata, Kong coe, pulangkan ini<br />

kepadanya.<br />

Boe Kie mengawasi dan di dalam hati ia memuji sikap si nona. Tanpa mengatakan suatu apa,<br />

ia mengambil kembang itu.<br />

Setibanya di luar, ia lihat Tio Beng berdiri sendirian dengan bibir tersungging senyuman,<br />

dengan disoroti sinar matahari sore, nona itu kelihatan lebih cantik lagi. Di belakangnya,<br />

dalam jarak belasan tombak, berdiri Hian beng Jie lo yang memegang tali les dari tiga ekor<br />

kuda.<br />

Boe Kie melompat. Dengan sekali berkelebat tangan kirinya sudah mencekal kedua<br />

pergelangan tangan si nona, sedang pedangnya yang dipegang dengan tangan kanan,<br />

menuding dada musuh. Keluarkan obat pemunah! bentaknya.<br />

Kata Tio Beng sambil tersenyum, Kau pernah memaksaku, apa kini kau ingin memaksa lagi?<br />

Aku datang untuk menengok kau. Mengapa kau bersikap begitu garang terhadap seorang<br />

tamu?<br />

Berikan obat pemunah kepadaku! kata Boe Kie. Jika tidak, aku tidak ingin hidup lebih lama<br />

lagi dan kaupun tak usah hidup lebih lama lagi.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 918

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!