20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

"Aku bisa!" teriak sibocah sambil berlari-lari dan kemudian meninju dahan pohon itu. Benar<br />

saja pohon yang besar itu bergoyang keras. Kedua suami isteri girang bukan main, karena<br />

putera mereka sudah memiliki te<strong>naga</strong> yang begitu besar. Mereka mengawasi Cia Soen dan<br />

menunggu penjelasan sang kakak.<br />

Cia Soen bersenyum seraya berkata: "Tiga hari kemudian semua daun akan menjadi kering<br />

dan rontok dan selewatnya tujuh hari, pohon itu akan mati berdiri. Aku sudah memutuskan<br />

nadi pohon "<br />

Kedua suami isteri kaget dan heran, tapi mereka tidak menyangsikan keterangan itu, karena<br />

sang kakak belum pernah berdusta.<br />

Tiba-tiba Cia Soen menghunus To liong to dan menyabet putus dahan yang tadi dipukulnya.<br />

Dengan suara gedubrakan, pohon itu rubuh ditanah. "<strong>Mar</strong>i, lihatlah," kata sang kakak. "Kalian<br />

boleh manyaksikan lihaynya Cit siang koen."<br />

Coei San bertiga lantas saja menghampiri. Ternyata "hati" pohon sudah menjadi rusak, ada<br />

"urat-urat" yang hancur dan ada juga yang putus, suatu tanda, bahwa pukulan itu mengandung<br />

beberapa macam te<strong>naga</strong>. Bukan main rasa kagumnya Coei San dan So So. "Toako, hari ini<br />

kau telah membuka mata siauwtee," kata Coei San.<br />

"Dalam pukulanku itu terdapat tujuh macam te<strong>naga</strong>," kata sang kakak dengan suara bangga.<br />

"Te<strong>naga</strong> keras, te<strong>naga</strong> lembek dalam keras, keras dalam lembek dan sebagainya. Seorang<br />

musuh dapat menahan te<strong>naga</strong> pertama, tak dapat menahan te<strong>naga</strong> kedua, yang dapat menahan<br />

te<strong>naga</strong> kedua, tak akan dapat menahan te<strong>naga</strong> ketiga dan begitu seterusnya. Maka itulah,<br />

pukulan tersebut diberi nama Cit-siang koen. Huh huh ! Mungkin sekali kau akan mengatakan<br />

bahwa Cit-siang koen terlalu kejam."<br />

"Gie hoe, bolehkah kau turunkan Cit siang koen kepadaku?" tanya Boe Kie.<br />

"Tak bisa!" jawabnya seraya menggeleng-geleng kan kepala, sehingga bocah itu merasa<br />

sangat kecewa.<br />

"Boe Kie, kau benar edan!" kata So So. "Pukulan Giehoemu itu tak akan dapat dipelajari<br />

sebelum mempunyai Lweekang yang sangat tinggi."<br />

Si bocah mengangguk seraya berkata: "Baiklah nanti kalau sudah memiliki Lweekang tiaggi,<br />

barulah Boe Kie mengajukan permintaan pula ke pada giehoe."<br />

"Tidak boleh, tak nanti aku turunkan Cit siang koen kepadamu," kata Cia Soen. "Dalam tubuh<br />

setiap manusia. bukan saja terdapat hawa Im dan yang (negatif dan positif ) tapi juga lima<br />

Heng yaitu Kim, Bok, Soei, Ho dan Touw (emas, kayu, air, api, dan tanah). Misalnya saja,<br />

paru-paru termasuk dalam Kim, buah pinggang termasuk dalarn Soei, nyali termasuk dalam<br />

Touw dan sebagainya. Begitu lekas seorang melatih diri dalam pukulan Cit siang coen, tujuh<br />

bagian isi perutnya yang sangat penting akan terluka. Makin tinggi kepandaiannya, makin<br />

hebat luka didalam itu. "Cit siang" atau "tujuh luka", lebih dulu melukai diri sendiri.<br />

Kemudian baru melukai musuh. Sabah musabab mengapa aku sering kalap adalah karena<br />

latihan Cit siang koen"<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 244

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!