20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

“Aku ikut!” kata Tio Beng.<br />

Dari puncak bukit, mereka mengawasi ke bawah, keadaan tenang-tenang saja. Sama sekali tak<br />

ada petunjuk dari gerakan tentara. Sambil mengusap-usap tiga batang siong yang<br />

dirubuhkannya, Boe Kie ingat pengalamannya yang sangat hebat. Tiba-tiba dalam otaknya<br />

teringat peringatan, “Ah, hampir kulupa,” katanya di dalam hati. “Gie hoe telah berpesan agar<br />

kuperiksa keadaan di dalam lubang.”<br />

Batu penutup lubang masih belum dikembalikan ke tempat asalnya. Ia segera melompat turun.<br />

Ternyata dasar lubang itu merupakan sebuah kamar dengan garis tengah kira-kira setombak.<br />

Cuaca sudah mulai gelap dan keadaan di lubang itu lebih gelap lagi. Ia mengeluarkan bibit api<br />

untuk menerangi keadaan lubang. Dengan bantuan sinar api, ia lihat empat gambar di empat<br />

penjuru dinding batu. Gambar-gambar itu dilukis engan menggunakan potongan batu tajam,<br />

sederhana tapi cukup terang.<br />

Gambar di sebelah timur memperlihatkan dua wanita – yang satu tidur di tanah, yang lain<br />

menotok wanita yang tidur dengan jari tangan kirinya, sedang tangan kanannya merogoh saku<br />

yang sedang tidur itu. Di sisi gambar terdapat tulisan yang berbunyi “mengambil obat”.<br />

Gambar di sebelah selatan menunjuk sebuah gambar kapal dan seorang wanita yang<br />

melemparkan seorang wanita lain ke kapal itu. Pada gambar itu terdapat tulisan “mengusir”<br />

Boe Kie mengeluarkan keringat dingin. “Benar-benar begitu kejadiannya!” pikirnya. “Cie<br />

Jiak menotok jalan darah Beng moay dan mencuri Sip hiong Joan kin san untuk meracuni<br />

Giehoe dan aku. Sesudah itu ia melemparkan Beng moay ke kapal Persia. Tapi mengapa ia<br />

tidak <strong>membunuh</strong>nya? Hmm…ya! Kalau dibunuh, ia tidak bisa menimpakan dosa diatas<br />

pundak Beng moay. Kalau begitu piauw moay pun dicelakai olehnya.”<br />

Di bawah gambar itu dilukiskan dua orang lelaki. Yang satu sedang tidur pulas, yang lain<br />

yang rambutnya panjang tengah memasang kuping. Boe Kie kaget. Ia sekarang menyadari<br />

bahwa semua perbuatan Cie Jiak diketahui oleh ayah angkatnya. “Giehoe sungguh bisa<br />

menahan sabar dan di pulau itu ia sama sekali tidak memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia<br />

sudah tahu pengkhianatan Cie Jiak,” katanya dalam hati.<br />

“Ia memang harus berlaku begitu. Ketika itu ia dan aku sudah menelan Sip hiang Joan kin-san<br />

dan jiwa kami berada dalam tangan Cie Jiak. Tak heran kalau Giehoe menuduh Beng moay<br />

dengan sungguh-sungguh. Ia tahu aku seorang jujur, apabila aku ragu, rahasia bisa bocor.”<br />

Pada gambar ketiga, di sebelah barat terlihat Cia Soen yang sedang duduk dan dibokong dari<br />

belakang oleh Cie Jiak, sedang dari luar menerobos masuk sejumlah anggota Kay pang.<br />

Gambar ini sama dengan apa yang terlihat dalam arak-arakan di kota raja.<br />

Baru saja Boe Kie mau memeriksa gambar keempat, api padam. “Beng moay, kemari,”<br />

serunya. “Kupinjam api.”<br />

Tio Beng melompat turun.<br />

Gambar keempat memperlihatkan dibawanya Cia Soen oleh belasan pria, sedang di kejauhan<br />

dari belakang pohon mengintip seorang wanita muda. Lukisan keempat gambar itu sangat<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1409

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!