20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Semakin mendengari Kwee Siang jadi semakin bingung. Semenjak kecil, ia telah dididik<br />

bahwa "orang yang bergerak lebih dulu mengusai lawan, sedang yang terlambat gerakannya<br />

dikuasai lawan. Dengan lain perkataan, pokok dasari lmu silatnya yalah 'mendului lawan'.<br />

Tapi Kak wan mengatakan, bahwa mengikuti kemauan sendiri artinya mandek, mengikuti<br />

kemauan orang lain artinya hidup. Dan itu semua adalah sangat bertentangan dengan apa yang<br />

telah dipelajarinya.<br />

"Jika aku berhadapan dengan musuh dan pada saat penting, aku mengikuti kemauan musuh2<br />

mau ketimur aku ketimur musuh mau kebarat aku kebarat bukankah demikian, aku seolah<br />

olah cari penggebak sendiri?" kata nya di dalam hati.<br />

Ilmu silat yg berpokok dasar. "Menguasai lawan dengan bergerak belakangan" baru dihargai<br />

orang pada jaman kerajaan Beng, pada jaman makmurnya partai Boe ciang pay. Maka<br />

dapatlah di mengerti, bahwa di waktu itu buntut kerajaan Song perkataan Kak wan<br />

membingungkan sangat hatinya Kwee Siang.<br />

Dengan adanya kesangsian itu, banyak perkataan si pendeta tidak dapat ditangkap Kwee<br />

Siang. Ketika melirik, ia lihat Thio Koen Po sedang bersila dan mendengari perkataan<br />

gurunya dengan sepenuh perhatian. "Biarlah, tak perduli ia benar atau salah, aku mendengari<br />

saja," pikirnya. "Dengan mataku sendiri, aku menyaksikan Toa hwashio melukakan Siauw<br />

Siang Coe dan mengusir Ho Ciok Too. Sebagai orang yang memiliki kepandaian begitu<br />

tinggi, apa yang dikatakannya tentu mempunyai alasan kuat." Memikir begitu, ia lantas saja<br />

memusatkan pikirannya dan mendengari setiap perkataan yang diucapkan si pendeta.<br />

Kak wan menghafal terus dan kadang2 dalam kata2nya terselip bagian2 dari kitab Leng-kakeng.<br />

Hal ini sudah terjadi karena Kioe Yang Cin ken sebenarnya ditulis diantara huruf2 kitab<br />

Leng-ka-keng, sehingga si pendeta, yang sifatnya agak tolol, dalam menghafal Kioe-yan Cin<br />

keng, sudah menyelipkan kata2 dari kitab itu. Tentu saja Kwee Siang jadi makin bingung.<br />

Tapi berkat kecerdasan otaknya, ia berhasil juga menangkap sebagian dari apa yahg<br />

didengarnya.<br />

Rembulan mendoyong kebarat dan makin lama suara sipendeta jadi makin perlahan.<br />

"Teahweeshio" kata si nona dengan suara membujuk. "Kau sudah sangat capai, tidurlah lagi"<br />

Tapi Kak wan sepzrti juga tidak mendengarnya dan berkata pula dengan suara terlebih keras.<br />

" ...Te<strong>naga</strong> dipinjam dari orang. Hawa dikeluarkan dari tulang punggung. Dari kedua pundak<br />

masuk di tulang punggung dan berkumpul di pinggang. Inilah hawa yang dari atas turun<br />

kebawah dan dinamakan "Hap" (MenutuP). Kemudian, dari pinggang hawa itu naik ketulang<br />

punggung dan dari tulang punggung meluas sampai di lengan dan bahu tangan. Inilah hawa<br />

yang naik dari bawah keatas dan dinamakan "Kay" (Membuka). "Hap" berarti<br />

mengumpulkan, sedang "Kay" berarti melepaskan. Siapa yang Paham akan artinya "Hap" dan<br />

"Kay" akan mengerti juga artinya Im-Yang (negatif dan positif). . . ."<br />

Suaranya semakin perlahan dan akhirnya tidak terdengar lagi, seperti orang sudah pulas.<br />

Kwee Siang dan Thio Koen Po tidak berani mengganggu dan hanya mengingat apa yang<br />

barusan didengar.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 58

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!