20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

“Aku merasa sangat girang,” jawabnya.<br />

Boe Kie menghela napas. “Tio Kouwnio,” katanya. “Aku memohon… aku memohon.. kau<br />

jangan pergi…”<br />

Si nona menggelengkan kepalanya. “Tidak, biar bagaimanapun jua, aku mesti menemui Cia<br />

Tayhiap,” katanya dengan suara tetap.<br />

Boe Kie mengerti, bahwa tak guna ia membujuk lagi. Dengan tindakan berat, ia segera<br />

menuju rumah penginapan. Setiba di depan kamar Cia Soen, ia mengetuk pintu. “Giehoe!”<br />

panggilnya. Sesudah memanggil beberapa kali, ia belum juga mendapat jawaban. Ia menolak<br />

pintu kamar, tapi pintu itu dikunci dari dalam.<br />

Ia merasa sangat heran karena ia tahu sang ayah angkat sangat sigap dan andaikata tertidur,<br />

tindakan kakinya di luar kamar pasti sudah menyadarkannya. Ia pun bercuriga dan berkuatir.<br />

Kalau orang tua itu keluar, mengapa pintu terkunci dari dalam? Ia segera mengerahkan te<strong>naga</strong><br />

dan mendorong pintu. “Brak!” palang pintu patah dan pintu terbuka dan… Cia Soen tak<br />

berada dalam kamarnya!<br />

Boe Kie menyapu seluruh kamar dengan matanya. Ia mendapat kenyataan, bahwa jendela<br />

terbuka separuh. “Gie hoe tentu keluar dari jendela,” pikirnya.<br />

Ia pergi ke depan kamar nona Cioe. “Cie Jiak! Cie Jiak!” panggilnya. Si nona tak memberi<br />

jawaban. Ia segera membuka pintu dengan paksa dan sekali lagi ia mendapat kenyataan,<br />

bahwa Cie Jiak juga tak berada dalam kamar tapi buntelan pakaiannya masih terletak di atas<br />

pembaringan. “Apa mereka disatroni musuh?” tanyanya dalam hati. Ia segera menanya<br />

seorang pelayan tapi pelayan itu tak lihat Cia Soen dan Cie Jiak dan juga tak mendengar suara<br />

keributan. Boe Kie jadi agak lega. “Mungkin sekali mereka mendengar suara mencurigai dan<br />

mereka lalu mengejar. Ayah angkat berkepandaian sangat tinggi dan dengan dikawani oleh<br />

Cie Jiak yang sangat berhati hati mungkin takkan terjadi sesuatu yang tak enak.” Waktu<br />

memeriksa jendela dan keadaan di bawah jendela ia tak lihat petunjuk yang mencurigakan.<br />

Dengan hati yang lebih tenang ia lalu kembali ke kamarnya.<br />

“Melihat Cia tayhiap tak berada di dalam kamar, mengapa kau berbalik merasa senang?”<br />

tanya Tio Beng sambil tersenyum.<br />

“Omong kosong! Lagi kapan aku merasa senang?”<br />

“Kau rasa aku tak bisa membaca paras mukamu? Waktu menolak pintu, kau memang kaget.<br />

Tapi sesudah itu, ketegangan otot2 mukamu lantas menghilang.”<br />

Boe Kie tak meladeni dan lalu duduk di pembaringan batu. Seraya bersenyum simpul, Tio<br />

Beng duduk di kursi. Ia melirik Boe Kie dan berkata dengan suara perlahan. “Kutahu…<br />

kutahu, bahwa di dalam hati, kau kuatir Cia tayhiap <strong>membunuh</strong> aku sehingga menghilangnya<br />

orang tua itu berbalik menyenangkan hatimu. Kutahu… kau tak tega mengorbankan aku.”<br />

“Kalau aku tak tega, mau apa kau?” bentak Boe Kie dengan mendongkol.<br />

Si nona tertawa, “Aku merasa sangat girang,” jawabnya.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1161

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!