20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Sambil mengusap-usap kepala anak itu, Cia Soen berkata pula dengan suara perlahan:<br />

"Meskipun langit sering menyakiti batiku, kali ini aku merasa syukur bahwa pada akhirnya,<br />

aku tidak <strong>membunuh</strong> Song Wan Kiauw. Memang benar, jika Song Wan Kiauw sampai<br />

dibunuh olehku, kita tak akan bisa mengangkat saudara." Ia berdiam sejenak dan kemudian<br />

berkata lagi: 'Malam itu, sesudah bersantap, aku segera bersemedhi didalam kamar untuk<br />

mengumpulkan semangat dan te<strong>naga</strong>. Aku mengerti, bahwa sebagai kepala dari Cit hiap, song<br />

Wan Kiauw mempunyai kepandaian yang sangat tinggi. Jika dengan sekali pukul aku tidak<br />

dakat membinasakannya dan ia bisa melarikan diri, maka rahasiaku akan bocor dan usaha<br />

mencari guruku akan gagal sama sekali. Bukan saja begitu, aku malah bakal dikepung oleh<br />

orang-orang gagah dikolong langit. sehingga, biarpun aku mempunyai tiga kepala enam<br />

tangan. Aku pasti tak kan dapat melawannya. Aku mati tak menjadi soal tapi jika aku mati<br />

begitu rupa, sakit hati yang begitu besar itu akan dibawa kelubang kubur."<br />

"Gie hoe," tiba Boe Kie menyelak lagi." Matamu tidak bisa melihat. Tunggulah sampia aku<br />

besar. Sesudah mempunyai kepandaian tinggi, aku akan membalas sakit hati Gie hoe."<br />

Perkataan itu mengejutkan Cia Soen dan Coei San yang dengan serentak bangun berdiri.<br />

Dengan mata yang tak dapat melihat, Cia Soen "mengawasi" anak angkatnya dan berkata<br />

dengan suara perlahan: "Boe Kie, apa benar kau menpunyai niatan begitu?"<br />

Coei San daa So Sa jadi bingung. Sekarang mereka berada disebuah pulau terpencil didaerah<br />

Kuub Utara, sehingga belum tentu mereka bisa kembali ke Tiong goan. Akan tetapi, didalam<br />

Rimba Persilatan orang sangat mengutamakan kepercayaan. Sekali berjanji seumur hidup tak<br />

dapat ditarik lagi. Begitu lekas Boe kie menyanggupi untuk membalas sakit hati Cia Soen,<br />

maka ia segera memikul beban yang luar biasa berat diatas pundaknya. Sedang Cia Soen yang<br />

memiliki kepandaian sedemikian tinggi masih belum mampu membalas sakit hatinya,<br />

bagaimana anak itu bisa memenuhi janjinya ?<br />

Menurut kebiasaan Rimba Persilatan, walaupun anak itu masih kecil, dalam urusan itu, ia<br />

harus mengambil keputusan sendiri dan orang tua nya tidak boleh mempengaruhi pikirannya.<br />

Maka itu, meskipun sangat berkuatir, Coei San dan So So tidak berani mengeluarkan sepatah<br />

kata.<br />

"Gie hoe," kata anak itu dengan suara nyaring "Orang yang membinasakan serentero<br />

keluargamu, bernama Hoen goan Pek lek chioe Seng Koen, bukan? Baiklah Boe Kie akan<br />

mengingat nama itu. Dibelakang hari, anak tentu mewakili ayah untuk membalas sakit hati<br />

dan akan membasmi seluruh keluarganya, tak satupun yarg diberi hidup!"<br />

"Boe Kie ! Jangan ngaco kau!" bentak Coed San dengan gusar. "Satu orang yang berbuat, satu<br />

orang yang harus bertanggung jawab, Biarpun dosanya Seng Koen lebih besar lagi, hanya dia<br />

seorang yang harus mendapat hukuman. Lain orang yang tidak berdosa tidak boleh diganggu<br />

selembar rambutnya!"<br />

"Ya, ya . . . Thia thia," katanya dengan suara ketakutan dan ia tidak berani membuka suara<br />

pula.<br />

"Orang yang sudah mati tak tahu suatu apa," kata Cia Soen. "paling hebat yalah hidup<br />

sendirian didalam dunia sesudah seluruh keluarga dibinasakan orang...."<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 242

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!