20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Garingnya melebihi buah Tho, wanginya melebihi buah apel, sedang manisnya lebih menang<br />

dari bauh Leci. Sambil melontarkan salah sebuah ke dalam lubang, Ia berteriak, Coe PehPeh,<br />

sambut! Makanan enak datang!<br />

Karena terbentur-bentur batu, waktu tiba di depan Coe Tiang Leng, buah itu sudah bonyok. Ia<br />

menjemputnya dan lalu memasukkannya ke dalam mulut. Benar-benar enak! Tapi ia lebih<br />

menderita, buah itu malah membangunkan nafsu makannya. Saudara kecil, tolong berikan<br />

beberapa biji lagi, ia memohon.<br />

Si bocah tertawa besar. Kau harus menerima nasib, ejeknya. Tapi manusia yang sejahatmu<br />

memang pantas mati kelaparan. Kalau kau mau makan lebih banyak, ambillah sendiri.<br />

Badanku terlalu besar, tak bisa masuk, kata Coe Tiang Leng.<br />

Belah badannya menjadi dua potong! ejek pula si bocah.<br />

Coe Tiang Leng menghela nafas. Ia tak nyana bahwa bukan saja rencana hancur, tapi ia<br />

sendiri mesti mati di tempat itu. Ia tak mau memohon lagi dan dengan darah yang meluapluap,<br />

ia mencaci, Binatang! Meskipun dalam gua itu terdapat buah, tapi apa buah-buahan itu<br />

bisa mencukupi keperluan untuk seumur hidupmu? Aku mati di sini, tapi kau juga akan<br />

mampus dalam<br />

beberapa hari. Hm!... Aku mati kaupun mampus.<br />

Boe Kie tak menghiraukannya. Sesudah makan belasan buah, perutnya kenyang dan ia lalu<br />

merebahkan diri di atas rumput untuk mengaso.<br />

Selang beberapa lama, tiba-tiba si bocah melihat keluarnya asap dari lubang terowongan. Ia<br />

mengerti, bahwa itulah perbuatan Coe Tiang Leng yang coba mencelakakannya dengan<br />

membakar ranting-ranting pohon siong. Ia ketawa geli dan berlagak batuk-batuk.<br />

Saudara kecil! teriak Coe Tiang Leng. Keluarlah! Aku bersumpah tak akan mengganggu kau.<br />

Si bocah pura-pura teriak keras, seperti orang mau pingsan. Sesudah itu, ia pergi ke tempat<br />

lain tanpa memperdulikan lagi si orang she Coe.<br />

Dengan hati riang, ia berjalan ke jurusan barat. Sesudah melalui dua li lebih, ia melihat<br />

sebuah air tumpah yang turun ke bawah dari dinding batu ke sebuah kolam. Air itu adalah<br />

salju yang melumer dan di bawah sorotan matahari kelihatannya indah sekali seolah-olah<br />

seekor <strong>naga</strong> giok. Dengan rasa kagum, ia mengawasi kolam itu, yang biarpun terus menerima<br />

air dari<br />

atas, tidak menjadi luber. Ia tahu, bahwa di bawah kolam itu terdapat selokan yang<br />

mengalirkan air ke tempat lain.<br />

Sesudah menikmati pemandangan itu beberapa lama, ia menunduk dan melihat kaki<br />

tangannya yang kotor lantaran kena Lumpur di terowongan.<br />

Ia segera pergi ke pinggir kolam, membukakan sepatu dan kaos kaki dan lalu memasukkan<br />

kedua kakinya ke dalam air. Mendadak seraya berteriak Aduh, ia melompat bangun.<br />

Mengapa? Karena air itu dingin luar biasa. Begitu menyentuh air, kakinya sakit, dan lebih<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 583

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!