20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Para orang gagah saling mengawasi. Mereka tak nyana, bahwa permusuhan antara guru dan<br />

murid itu akan berakhir secara begitu.<br />

Sementar itu Cia Soen sudah bicara dengan suara nyaring! “Aku Cia Soen berdosa besar dan<br />

aku sama sekali tidak duga, bahwa aku bisa hidup sampai hari ini. Sekarang, jika diantara<br />

para enghiong ada yang sanak keluarganya dibinasakan olehku, maka ia boleh lantas saja<br />

maju untuk ambil jiwaku. Boe Kie, kau jangan merintangi dan juga tidak boleh membalas<br />

sakit hati, supaya kau tidak menambah kedosaanku.”<br />

Dengan air mata berlinang, si anak mengangguk.<br />

Untuk beberapa saat seluruh lapangan sunyi senyap. Sesudah melihat apa yang terjadi, banyak<br />

orang yang menganggap, bahwa turun tangan terhadap Cia Soen diwaktu itu bukan perbuatan<br />

seorang ksatria.<br />

Tiba2 seorang pria maju dan berkata: “Cia Soen, ayahku, itu Cie Tin Cin Lam Khoe Loo<br />

Hiong binasa dalam tanganmu. Aku ingin membalas sakit hatinya.”<br />

“Benar, Koe Heng boleh lantas turun tangan,” jawabnya.<br />

Orang she Khoe itu segera menghunus golok.<br />

Bukan main bingungnya Boe Kie. Ia serba salah. Tubuhnya gemetaran dan tanpa merasa ia<br />

maju beberapa tindak.<br />

“Anak Boe Kie!” bentak sang Gie Hoe, “Kalau kau merintangi, artinya kau anak tidak<br />

berbakti. Sesudah aku mati, kau boleh periksa penjara diddalam tanah dan kau akan tahu<br />

segala apa.”<br />

Orang she Khoe itu mengangkat goloknya sampai dibatas dada. Tiba2 air matanya mengucur.<br />

Ia meludahi muka Cia Soen dan berkata dengan suara parau, “Diwaktu hidup, Sian hoe<br />

(mendiang ayah) seorang gagah. Jika tokhnya angker, ia tentu tidak setuju jika aku<br />

membinasakan seorang buta yang tidak bisa melawan lagi…” Goloknya jatuh dan sambil<br />

menekap muka dengan kedua tangannya, ia lari balik ke orang banyak.<br />

Seorang wanita setengah tua maju dan berkata: “Cia Soen, aku ingin membalas sakit hati<br />

kakakku. Im Yang Pan Koan Cin Peng Hoei.” Ia mendekati, meludahi dan berlalu sambil<br />

menangis.<br />

Melihat ayah angkatnya dihinakan tanpa bergerak, hati Boe Kie seperti disayat pisau.<br />

Dalam Rimba Persilatan hidup atau mati di pedang kecil. Yang dianggap sebagai urusan besar<br />

ialah hinaan. Kata orang.<br />

“Orang gagah boleh dibunuh, tak boleh dihina.” Meludahi muka adalah salah satu hinaan<br />

terhebat, tapi Cia Soen menelannya dengan segala kerelaan. Ini merupakan bukti, bahwa ia<br />

sungguh2 merasa menyesal akan perbuatannya yang dulu2.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1393

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!