20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Diantara ketukan bok hie Cie Jiak berlutut di depan meja sembahyang dan berkata dengan<br />

suara perlahan. Sayup-sayup Boe Kie menangkap perkataan begini, "In Kouwnio ... kau yang<br />

sudah berada dilangit .... mengasolah dengan tenang ... jangan ganggu aku ...."<br />

Jantung Boe Kie mengetuk lebih keras.<br />

Piauw moay yang telah dibinasakan Cie Jiak bernasib malang," katanya didalam hati. "Tapi<br />

penderitaan Cie Jiak mungkin lebih hebat dari pada piauw moay sendiri." Tiba-tiba ia ingat<br />

doa yang diucapkan oleh para anggauta Beng-kauw waktu mereka menghadapi bencana di<br />

Kong beng teng.<br />

“Hidup apa senangnya, mati apa susahnya? Kasian manusia dalam dunia banyak yang<br />

menderita. Kasian manusia di dunia banyak yang menderita!"<br />

Perlahan-lahan Cie Jiak bangun berdiri, tubuhnya agak miring dan mukanya menghadap ke<br />

arah timur. Mendadak paras mukanya berubah dan ia menjerit. "Kau ... kau lagi!" Jeritan itu<br />

nyaring dan tajam menindih suara lonceng diruangan sembahyang.<br />

Boe Kie terkesiap dan menengok ke jurusan itu. Ia lihat kertas jendela berlubang dan pada<br />

lubang itu terdapat muka seorang wanita yang penuh dengan tanda bekas luka, goresangoresan<br />

senjata yang panjang. Ia menggigil dan mengeluarkan teriakan tertahan. Muka itu<br />

bukan lain daripada In Lee yang sudah mati!<br />

Boe Kie ingin menghampiri tapi kedua lututnya lemas dan ia berdiri terpaku. Dilain saat muka<br />

itu menghilang dan Cie Jiak roboh terjengkang.<br />

Sekarang Boe Kie tidak perduli lagi segala apa. "Coe Jie Coe Jie! Apa benar kau?" teriaknya.<br />

Teriakan itu menggetarkan seluruh lembah tapi tak ada yang menjawab. Sesudah<br />

menenteramkan hatinya ia menguber dengan menggunakan jalanan yang tadi dilewati wanita<br />

itu Tapi apa yang dilihatnya hanya bulan sisir dan bayangan pohon. Ia tidak percaya setan.<br />

Tapi dalam keadaan begitu, keringat dingin mengucur dan bulu romanya bangun semua.<br />

"Benar, benar dia," katanya didalam hati. "Tak heran, waktu kulihat punggung dan gerak<br />

geriknya, aku merasa seperti sudah mengenalnya. Apa benar, sebab mati penasaran rohnya<br />

tidak berpulang kealam baka? Apa benar rohnya tahu, bahwa di Siauw lim sie sedang<br />

diadakan sembahyang? dan dia datang untuk menerima doa-doa?"<br />

Sementara itu sejumlah pendeta sudah keluar untuk menyelidiki. Melihat Boe Kie mereka<br />

kaget tercampur heran. Seorang pendeta tua memberi hormat dan berkata. "Sebab tak tahu<br />

Kauwcoe datang berkunjung, kami tidak keburu menyambut. Mohon Kauwcoe sudi<br />

maafkan".<br />

Boe Kie membalas hormat dan lalu masuk kedalam ruangan sembahyang. Cie Jiak belum<br />

tersadar dari pingsannya. Ia memburu dan memijit bibir dan mengurut punggung si nona.<br />

Beberapa saat kemudian Cie Jiak mendusin. Ia melompat dan memeluk Boe kie seraya<br />

berteriak. "Setan! ..."<br />

"Aku pun heran," kata Boe Kie. "Tapi kau tak usah takut. Disini terdapat banyak pendeta suci<br />

dan mereka pasti bisa menyingkirkan segala setan penasaran".<br />

Atas dorongan rasa takut yang luar biasa nona Cioe jadi kalap dan memeluk Boe Kie di<br />

hadapan orang banyak. Sesudah Boe Kie bicara ia tersadar dan mukanya lantas bersemu<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1439

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!