20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Muka Tio Beng segera berubah merah. “Tidak segampang itu,” katanya dengan sikap malumalu,<br />

“Terlebih dulu aku harus ijin dari ayah, aku harus lebih dulu menyadarkan kakak….”<br />

“Tapi bagaimana jika ayahmu menolak?”<br />

Si nona menghela nafas. “Kata orang tua, menikah dengan iblis harus ikut iblis,” katanya.<br />

“Kalau sampai begitu, bagiku tiada jalan lain kecuali mengikuti si iblis kecil.”<br />

“Perempuan siluman!” bentak Boe Kie, “Kau berkomplot dengan penjahat cabul dan<br />

pemberontak Thio Boe Kie! Hukuman apa yang harus dijatuhkan atas dirimu?”<br />

“Di dunia ini, kamu berdua dihukum menjadi suami istri yang hidup beruntung sampai<br />

berambut putih. Di akhirat kamu berdua harus masuk ke delapan belas lapis neraka dan tidak<br />

bisa menitis lagi sebagai manusia!”<br />

Bicara sampai disitu, mereka berdua tertawa terbahak-bahak.<br />

Mendadak di sebelah depan terdengar teriakan seseorang. “Koencoe Nio nio, siauw ceng<br />

sudah lama menunggu di sini!” Teriakan itu nyaring dan tajam, suatu tanda bahwa orang itu<br />

memiliki Lweekang yang sangat kuat.<br />

Boe Kie terkejut dan segera menghentikannya. Dilain saat, dari sebuah tikungan muncul tiga<br />

orang hoan ceng (pendeta asing), yang satu mengenakan jubah warna merah, yang lain<br />

memakai jubah kuning, yang ketiga bertubuh kate kecil mengenakan jubah warna kuning<br />

emas. Si jubah merah merangkap kedua tangannya dan berkata sambil membungkuk, “Atas<br />

titah Ong-ya, siauw ceng menunggu di sini untuk menyambut Koencoe Nio nio pulang ke<br />

Ong hoe.”<br />

Tio Beng tak kenal ketiga pendeta itu. “Siapa kalian?” tanyanya, “Aku belum pernah<br />

mengenal kalian.”<br />

“Siauw ceng Mohan Fa,” jawabnya. Ia menunjuk si kate kecil dan berkata pula, “Yang itu<br />

Soepeh Kioe Coen cia sedang yang ini kakak seperguruan siauw ceng, Mohan Singh. Kami<br />

bertiga datang dari Thian tiok (India) dan bekerja di Ong hoe. Waktu kami datang Koencoe<br />

sudah berkelana maka tak heran jika Koencoe tak mengenal kami.” Setelah berkata begitu, ia<br />

membungkuk diikuti oleh kedua kawannya.<br />

“Lweekang orang itu tidak lemah,” piker Boe Kie selagi Mohan Fa bicara. “Paman dan kakak<br />

seperguruannya tentu lebih hebat lagi. Seorang diri aku belum tentu bisa melawan mereka<br />

bertiga.”<br />

“Perlu apa kalian mencegat aku di sini?” tanya Tio Beng.<br />

Mereka tidak menyahut hanya Mohan Singh mengangkat tinggi-tinggi seekor merpati putih<br />

yang dipegangnya. Tio Beng tahu bahwa itulah merpati pos yang membawa warta dari kakak<br />

kepada ayahnya. Ia menduga bahwa ayahnya yang berkepandaian tinggi sudah turun tangan<br />

sendiri. Ia melirik Boe Kie dan melihat paras yang muram, “Apa ketiga pendeta itu sukar<br />

dimundurkan?” bisiknya.<br />

Boe Kie mengangguk.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1255

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!