20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Tiba2 ia merasa pundak kirinya sakit dan ia tersadar. Ia dongak dan melihat Phoa Thian<br />

Kheng berdiri didekatnya sambil mencekal pedang terhunus yang barusan telah digunakan<br />

untuk menotol pundaknya. Ia mengerti, bahwa jika tidak melawan, mungkin sekali ia akan<br />

terluka secara konyol. Hanya sungguh sayang, lagunya belum selesai. Sebagai seorang<br />

seniman tulen, ia tak rela menghentikan lagunya ditengah jalan.<br />

Maka itu, tangan kirinya segera mengulurkan pedang buntung yang lalu digunakan untuk<br />

menangkis senjata Phoa Thian Kheng, sedang tangan kanannya tetap memetik tali2 khim.<br />

Dengan kedua mata tetap memperhatikan tetabuhannya, Ho Ciok Too menangkis setiap<br />

serangan lawan. Phoa Thian Kheng jadi semakin gusar dan menyerang tambah hebat. Tapi<br />

kemanapun juga pedangnya menyambar, Ho Ciok Toa selalu menangkis.<br />

Kwee Siang yang sedang kesengsem juga tidak memperdulikan serangan itu. Akan tetapi ia<br />

mendongkol, sebab suara bentrokan senjata telah merusak irama. Ia membentak. "Hai ! Apa<br />

kau tuli akan merdunya lagu ini. Jangan merusak ! Cobalah kau menyerang menurut tempo<br />

tepukan tanganku"<br />

Tapi tentu saja Phoa Thian Kheng tak meladeni. Sambil membentak keras, dengan gusar ia<br />

mengobah kiam hoatnya dan menyerang bagaikan hujan angin sehingga suara bentrok an<br />

senjata jadi semakin gencar dan irama khim jadi semakin dikacaukan.<br />

Ho Ciok Too juga mendongkol dan seraya menambah Lweekang, ia menangkis satu tikaman.<br />

"Trang !" pedang Phoa Thian Keng patah dua. Hampir berbareng, tali kelima dari Cithian<br />

khim ( khim yang bertali tujuh ) juga putus.<br />

Paras muka Phoa Thian Keng jadi pucat bagaikan mayat. Tanpa mengeluarkan sepatah kata,<br />

ia meloncat keluar dari pendopo batu dan kemudian, bersama kedua Soeteenya, dia melompat<br />

naik kepunggung tunggangan mereka yang segera dikaburkan keatas gunung.<br />

Kwee Siang heran. "E eh!" katanya. "Mengapa mereka lari kearah kuil ?" Ia nengok dan<br />

melihat Ho Ciok Too sedang memegang tali Khim yang putus itu dengan paras duka.<br />

"Mengapa dia begitu jengkel ?" tanyanya di dalam hati. ""Berapakah harganya tali khim?<br />

Ho Ciok Too menghela napas dan berkata dengan suara perlahan: "Tujuh tahun aku barlatih,<br />

tapi hatiku tetap belum bisa tenang. Tangan kiriku berhasil mematahkan senjata, tapi tangan<br />

kanan memutuskan tali khim."<br />

Sekarang si nona baru mengerti, bahwa ia berduka karena merasa kepandaiannya belum<br />

sempurna. Ia tertawa seraya barkata: "Dengan tangan kiri melawan musuh dan tangan kanan<br />

memetik khim, kau sebenarnya menggunakan ilmu Hoen sin Jie yong (ilmu memecah<br />

pikiran). Dalam dunia ini, hanya tiga orang yang mahir dalam ilmu itu. Bahwa kau belum<br />

mencapai taraf yang tinggi, tak usah dibuat jengkel!"<br />

"Siapa tiga orang itu?" tanya Ho Ciok Too.<br />

"Yang pertama adalah Loo boan thiong Cioe Pek Thiong," jawabnya. "Yang kedua ayanku<br />

sendiri, sedang yang ketiga Yo Hoe jin, Siauw Liong Lie. Selain tiga orang itu, malahan<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 39

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!