20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Coe Jie jelek, tapi dia baik sekali, pikirnya.<br />

Aku mempunyai niat mengambil dia sebagai kawan hidupku, tapi dia mempunyai pacar<br />

sendiri jadi tidak menaruh hati padaku.<br />

Tanpa terasa, lama juga Boe Kie berpikir, lantas ia melihat si nona kembali dengan tangannya<br />

menenteng dua ekor ayam hutan. Tanpa bicara nona itu bekerja menyalakan api, membakar<br />

ayam itu, hingga mereka mencium bau yang wangi, yang membangkitkan selera makan.<br />

<strong>Mar</strong>i makan! kata si nona akhirnya. Ia memberikan seekor pada kawannya.<br />

Tanpa sungkan Boe Kie makan ayam itu. Ia pun makan dengan cepat.<br />

Ini masih ada, kata si nona sambil tertawa. Ia melemparkan sisa dua potong kaki ayam.<br />

Boe Kie malu hati, hendak ia menolak. Tapi si nona gusar.<br />

Kalau mau makan, makanlah! katanya ketus. Siapa berpura-pura baik terhadapku, mulutnya<br />

lain hatinya lain, nanti kita tikam tubuhnya hingga berlubang!<br />

Tanpa banyak bicara Boe Kie makan ayam itu. Kemudian, untuk mencuci mulutnya, ia pakai<br />

salju tebal sebagai air. Lengan tangan bajunya menyusut kering mulutnya berikut mukanya.<br />

Kebetulan Coe Jie berpaling ketika ia melihat muka orang, dia tersentak kemudian<br />

mengawasi, Boe Kie heran, ia menjadi curiga.<br />

Kenapa? ia bertanya.<br />

Usiamu berapa? tanya si nona tanpa menjawab.<br />

Baru dua puluh tahun tepat.<br />

Ah, kau lebih tua dua tahun daripada aku. Mengapa kumismu sudah tumbuh begitu panjang?<br />

Boe Kie tertawa.<br />

Dari kecil aku hidup sendirian di gunung, sahutnya, Belum pernah aku ketemu orang, maka<br />

itu aku tidak berpikir untuk cukur.<br />

Coe Jie merogoh sakunya untuk mengeluarkan sebilah pisau kecil yang bergagang emas.<br />

<strong>Mar</strong>i! katanya. Lantas dengan memegangi muka orang, ia mulai mencukur.<br />

Boe Kie diam saja. Ia merasa pisau yang tajam itu mencukur kumisnya. Ia merasakan juga<br />

tangan yagn halus dan lemas dari si nona. Tanpa terasa, hatinya dag dig dug<br />

Habis mencukur kumis dan janggut, Coe Jie mencukur terus tenggorokan. Tiba-tiba ia tertawa<br />

dan berkata, Asal aku menggunakan sedikit saja te<strong>naga</strong>, aku bisa memotong lehermu ini,<br />

maka terbanglah jiwamu! Kau takut tidak?<br />

Mati atau hidup, aku terserah pada kau, nona, sahut Boe Kie. Mati di tanganmu, menjadi<br />

setanpun aku senang!<br />

Coe Jie membalik pisaunya, dan menekan keras ke leher. Mendadak ia membentak, Nih,<br />

jadilah kau setan yang senang!<br />

Boe Kie kaget, tak sempat ia melawan. Tapi ia tak merasakan sakit, maka ia tersenyum.<br />

Senangkah kau? tanya si nona tertawa.<br />

Pemuda itu tertawa, ia mengangguk. Baru ia tahu bahwa ia dipermainkan.<br />

Habis mencukuri muka orang, Coe Jie mengawasi. Ia bengong saja. Beberapa lama, lalu<br />

terdengar helaan nafasnya.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 630

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!