20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Sesudah selesai, dengan ujung pedang ia membuat bundaran disudut kiri atas dan sudut kanan<br />

papan catur itu. Kemudian ia membuat tanda silang, juga disudut kiri atas dan sudut kanan<br />

bawah.<br />

Kwee Siang yang mengintip dari sebelah kejauhan, mengerti, bahwa orang itu sedang<br />

mengatur biji Wie kie, tanda bundar mewakili biji putih, tanda silang merupakan biji hitam.<br />

Orang itu lalu mulai jalankan biji2nya. Sesudah jalan enambelas biji, ia kelihatan bersangsi.<br />

Apakah biji putih harus bergulat terus atau mengambil sikap membela diri disepanjang<br />

pinggiran papan? la menancap pedangnya ditanah dan mengawasi papan dengan berpikir<br />

keras.<br />

"Dilihat begini, dia seorang yang hidup kesepian," pikir sinona: "Ia memetik khim sendirian<br />

dan berkawan dengan burung." Ia tak punya kawan untuk main Wie<br />

kie dan harus main seorang diri"<br />

Sesudah memikir beberapa saat, orang itu lalu mulai jalankan lagi biji2 Wie kie. Ternyata, biji<br />

putih sungkan mengalah dan sa tu pertempuran hebat lantas saja terjadi disudut kiri atas. Putih<br />

dan hitam lantas ber gerak2 dan saling makan dengan serunya sama2 coba merebut<br />

kedudukan Tionggoan (tengah2). Tapi, biar bagaimanapun, karena memang sudah kalah<br />

setingkat, biji putih terus berada dibawah angin. Sesudah jalan 93 kali, biji putih sudah<br />

terjepit, tapi masih ber gulat terus sedapat mungkin.<br />

Si nona menonton pertempuran itu dengan hati berdebar. Tiba2 tanpa merasa ia berteriak.<br />

"Mengapa tak mau meninggalkan Tiong goan dan mundur ke See ek (sebelah barat)"<br />

Orang itu terkejut. Ia melihat bahwa bagian barat papan catur itu memang terdapat sebidang<br />

tanah yang kosong, dan jika biji putih menerjang kesitu, masih bisa dipertahankan keadaan<br />

seri."<br />

"Bagus ! Bagus!" serunya dan lalu menjalankan biji putih kejurusan barat. Sesudah jalan<br />

beberapa kali, barulah ia ingat kepa da orang yang memberi tunjuk. Ia melemparkan<br />

pedangnya diatas tanah dan memutar tubuh. "Orang yang berilmu siapakah yang memberi<br />

pelajaran ?" teriaknya. "Aku sungguh merasa berterima kasih."<br />

Sehabis berkata begitu ia mengoya kearah Kwee Siang.<br />

Si nona mendapat kenyataan, bahwa orang itu, yang berusia kurang lebih tigapuluh tahun,<br />

bermuka lonjong panjang dan bermata dalam, sedang badannya jangkung kurus. Sebagai<br />

seorang jago betina yang tak menghiraukan perbedaan antara lelaki dan perempuan, perlahanlahan<br />

Kwee Siang berjalan keluar dari tempat sembunyinya dan berkata seraya tertawa.<br />

"Barusan aku merasa kagun waktu mendengar Sian-seng memetik khim dengan diiring<br />

nyanyian dari ratusan burung. Sesudah itu, dengan tak kurang rasa kagumku, kumelihat<br />

Sianseng membuat papan Wie kia dengan menggaris tanah dan main Wie xie dengan<br />

menggunakan pedang, Karena itu, aku jadi banyak mulut dan aku harap Sianseng sudi<br />

memaafkan."<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 27

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!