20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Setan kecil! bentak Biat Coat. Kalau kau sudah menduga begitu mengapa tidak cepat-cepat<br />

memberitahukan kepada kami?<br />

E eh, mengapa kau marah? kata si nona.<br />

Mengapa kau tak minta pendapatku? Andaikata aku memberitahukan kepada kau, kau tentu<br />

tak akan percaya. Kau tentu lebih suka berlari-lari ke sana-sini.<br />

Biat Coat gusar, tapi ia tak bisa mengatakan apapun jua dan iapun tak bisa menghajar nona itu<br />

tanpa alasan.<br />

Pada saat itulah, di sebelah barat daya seolah-olah terdengar suara bentrokan senjata yang<br />

sangat banyak.Perlu apa kau bergusar terhadapku? kata Coe Jie. Kawan-kawanmu sedang<br />

menghadapi bahaya.<br />

Biat Coat dan yang lain tidak lagi memperdulikan Coe Jie yang berlidah tajam dan dengan<br />

tergesa-gesa mereka menuju ke arah barat daya.<br />

Makin dekat suara pertempuran jadi makin hebat. Di antara bentrokan senjata terdengar juga<br />

teriak dari orang-orang yang terluka. Beberapa saat kemudian mereka terkesiap karena dari<br />

jauh mereka melihat suatu pertempuran besar-besaran. Masing-masing pihak mempunyai<br />

kekuatan beberapa ratus orang dan mereka sedang bertempur mati-matian.<br />

Pihak musuh terdiri dari bendera-bendera Swie Kim (Emas murni), Ang Soei (Air besar) dan<br />

Lian Hwee, kata In Lie Heng. Khong Tong-pay sudah berada di sini. Hwa San-pay dan Koen<br />

Loen-pay juga sudah tiba. Tiga bendera melawan tiga partai, Soe Jie mari kita turut<br />

menyerbu. Sambil berkata begitu, ia mengibaskan pedangnya yang mengeluarkan suara<br />

mengaung.<br />

Tunggu dulu, kata Ceng Soe. Kita tunggu sampati datangnya para paman dari Go Bie-pay.<br />

Seumur hidup Boe Kie belum pernah menyaksikan pertempuran yang begitu besar dan begitu<br />

hebat. Dengan hati sedih ia mengawasi manusia yang saling <strong>membunuh</strong> itu. Di dalam hati<br />

kecilnya, ia tidak mengharapkan kemenangan pihak manapun juga, karena pihak yang satu<br />

adalah partai mendiang ayahnya sedang pihak yang lain adalah golongan mendiang ibunya.<br />

Selagi menunggu murid-murid Go Bie yang ketinggalan di belakang, tiba-tiba Ceng Soe<br />

menuding ke arah timur. Liok siok lihat! katanya. Di sebelah sana terdapat sejumlah besar<br />

musuh yang sedang menunggu untuk menerjang sewaktu-waktu.<br />

Boe Kie mengawasi ke arah yang ditunjuk Ceng Soe. Benar saja, pada jarak beberapa puluh<br />

tombak dari gelanggang pertempuran, terdapat tiga pasukan berkuda, setiap pasukan terdiri<br />

dari seratus orang lebih. Mereka semua berbaris dengan rapi, siap sedia untuk segera<br />

menerjang.<br />

Pada saat itu kedua belah pihak tengah berperang dengan kekuatan yang hampir imbang.<br />

Kalau ketiga pasukan berkuda itu menyerbu, orang-orang Khong Tong, Hwa San dan Koen<br />

Loen pasti akan kewalahan. Tapi mengapa mereka tidak lantas menyerang?<br />

Biat Coat dan Lie Heng heran bercampur kuatir. Mengapa mereka belum juga bergerak?<br />

tanya si nenek kepada Ceng Soe.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 660

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!