20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

diri. Bagus! memuji Boe Kie. Dilain detik, si nona sudah mulai menyerang dengan kedua<br />

pedangnya.<br />

Sambil mengegos Boe Kie berkata dalam hatinya, Perempuan ini sungguh kejam. Jika aku<br />

tidak memiliki Kioe yang Sin kang dan tidak pernah membaca Tok keng, hari ini jiwa para<br />

pemimpin Beng kauw tentu sudah terbinasa di dalam tangannya. Sesudah mengegos, kedua<br />

tangannya menyambar untuk merampas senjata si nona. Tapi Tio Beng cukup lihay, ia<br />

membalik kedua jari tangannya dan pedangnya memapas jari-jari tangan Boe Kie. Melihat<br />

kecepatan si nona Boe Kie merasa kagum. Tapi Sin kang bukan ilmu biasa. Biarpun gagal<br />

dalam usaha merampas senjata Sin kang itu sudah mengebut jalan darah di kedua pergelangan<br />

tangan Tio Beng, sehingga si nona tidak dapat mencekal lagi senjatanya. Tapi sebelum<br />

senjatanya terlepas, bagaikan kilat ia menimpuk. Boe Kie miringkan kepalanya dan kedua<br />

pedang itu amblas di tiang Soei kok.<br />

Ia kaget. Ia kaget bukan lantaran tingginya ilmu si nona. Dalam ilmu silat Tio Beng masih<br />

kalah dari Yo Siauw, Wie It Siauw atau In Thian Ceng. Ia kaget sebab kecerdasan nona itu,<br />

yang bisa segera mengubah siasat dengan mengimbangi keadaan. Sesudah jalan darahnya<br />

dikebut dan ia tidak bisa mencekal lagi senjatanya, ia bisa berpikir cepat dan menimpuk.<br />

Kalau Boe Kie kurang gesit, pedang yang sangat tajam itu tentu sudah amblas di batok<br />

kepalanya. Dalam pertempuran, sering kejadian bahwa seseorang yang ilmu silatnya lebih<br />

rendah berhasil merobohkan seorang yang ilmunya lebih tinggi. Sebab musababnya terletak di<br />

sini.<br />

Sesudah kedua pedangnya ditimpukkan, buru-buru Tio Beng menjemput pedang Ie thian kiam<br />

kayu yang menggeletak di atas meja. Tanpa menghunusnya, ia menyodok pinggang Boe Kie<br />

dengan sarung pedang. Boe Kie berkelit, tangan kanannya menyambar dan kali ini, ia berhasil<br />

merampas Ie thian kiam kayu itu.<br />

Tio Beng melompat mundur. Thio kong coe, katanya sambil tertawa, apakah itu yang<br />

dinamakan Kian koen Tay lo sin kang? Kulihat Sin kang itu sama sekali tidak mengherankan.<br />

Sambil tersenyum Boe Kie membuka telapak tangan kirinya yang ternyata menggenggam<br />

sekuntum kembang mutiara, yaitu yang dipakai di kondai si nona.<br />

Tio Beng kaget tak kepalang. Dia memetik perhiasanku, tanpa aku merasa, katanya di dalam<br />

hati. Kalau dia mau mencelakai aku, kalau dia itu mau menotok Tay yang hiatku, jiwaku tentu<br />

sudah melayang. Tapi, sedang jantungnya memukul keras paras mukanya tidak berubah. Ia<br />

tertawa tawar dan berkata, Jika kau senang dengan kembang itu, aku bersedia menghadiahkan<br />

dengan suka rela, tak perlu kau merampasnya.<br />

Boe Kie merasa jengah. Aku pulangkan, katanya sambil melontarkannya. Sesudah itu ia<br />

memutar badan dan melompat ke atas dari Soei-kok.<br />

Tahan! seru si nona seraya menyambuti kembang mutiara itu.<br />

Boe Kie menengok.<br />

Mengapa kau curi dua butir mutiara? tanya Tio Beng.<br />

Justru aku tak punya waktu untuk berguyon, jawabnya.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 852

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!